Assalamu alaikum guys...
keberadaan peta digital di zaman moderen ini sadar atau tidak telah menggeser penggunaan peta manual, bahkan tidak jarang kita temui orang-orang yang sama sekali tidak bisa untuk membaca peta manual.
next,,,, ria akan jelaskan menenai
keberadaan peta digital di zaman moderen ini sadar atau tidak telah menggeser penggunaan peta manual, bahkan tidak jarang kita temui orang-orang yang sama sekali tidak bisa untuk membaca peta manual.
next,,,, ria akan jelaskan menenai
PERGESERAN
PENGGUNAAN PETA MANUAL AKIBAT MUNCULNYA PETA DIGITAL
A. Pengertian Peta Manual dan Peta
Digital
Pemetaan
digital adalah penggambaran permukaan bumi menggunakan komputer dengan
menggunakan data koordinat. Inti dari pemetaan digital adalah proses pengolahan
objek-objek peta yang menggunakan format digital sehingga membutuhkan perangkat
keras komputer dan perangkat lunak yang berkaitan.
B. Sejarah peta
Peta pertama ditemukan
ketika dilakukan penggalian reruntuhan Kota Gasur di Babilonia. Peta
ini merupakan sebuah lempeng kecil yang terbuat dari tanah liat dan
diperkirakan dibuat sekitar 2500 tahun sebelum Masehi. Peta ini menggambarkan
suatu lembah, gunung, dan sungai yang bercabang tiga hingga membentuk delta dan
bermuara di laut atau di suatu danau. Peta generasi kedua ditemukan di Mesir.
Peta ini digambarkan di atas lembaran kertas yang terbuat dari kulit (parchment).
Pada peta - peta ini diperlihatkan persil - persil tanah pertanian yang
terdapat di sekitar lembah Sungai Nil dan lokasi - lokasi tambang emas di Mesir
pada masa pemerintahan Rames II (1292 - 1225 sebelum Masehi).
Beberapa abad kemudian, orang - orang
Yunani yang mendapatkan keterampilan kartografi hingga akhirnya dapat
mengkomplikasikan peta - peta realistik yang pertama. Mereka mulai dengan
menggunakan sistem koordinat segi - empat untuk pembuatan peta - petanya sekitar
300 tahun sebalum Masehi. Kira - kira 100 tahun kemudian, seorang pakar
metematika, astronomi dan geografi Yunani, Eratosthenes, meletakan dasar -
dasar ilmu geo desi dan kartografi. Pakar ini telah melakukan serangkaian
pengamatan hingga akhirnya didapat bukti - bukti yang menyatakan bahwa bentuk
bumi itu tidak datar tetapi bulat. Selain itu Eratosthenes juga
memperoleh nilai keliling bumi walaupun dikemudian hari diketahui nilainya 16%
lebih besar dari hasil hitungan pada saat ini. Selain itu, makin banyak peta -
peta yang dibuat dengan dasar ilmu - ilmu ini, dan diantaranya adalah peta -
peta dunia pertama yang di buat oleh Claudius Ptolemaeus di Alexandria. Pengaruh
kartografi dari Yunani Kuno ini demikian kuat hingga mempengaruhi sebagian
dasar - dasar sistem kartografi yang ada pada saat itu, dan baru mendapatkan
kemajuan yang signifikan pada abad ke-16. Merekalah yang memperkenalkan konsep
- konsep bumi bulat dengan kutub - kutubnya, garis khatulistiwa dengan daerah -
daerah tropisnya, sistem koordinat geografi Lintang dan Bujur, sistem proyeksi
peta, dan hitungan dimensi - dimensi bumi.
C. Peta Digital
Pemetaan
digital atau sering disebut sebagai digital mapping merupakan suatu cara baru
dalam pembuatan peta, baik untuk keperluan pencetakan maupun dalam format peta
digital. Sedangkan definisi lain dari pemetaan digital adalah penggambaran
permukaan bumi menggunakan komputer dengan menggunakan data koordinat. Inti
dari pemetaan digital adalah proses pengolahan objek-objek peta yang
menggunakan format digital sehingga membutuhkan perangkat keras komputer dan
perangkat lunak yang berkaitan. Soft ware yang biasa digunakan dalam pembuatan
peta digital adalah Land Desktop, Auto Cad Map, Arc View, Map Info
Professional, dan lain-lain.
Perkembangan
teknologi komputer dan informasi yang semakin pesat baik secara langsung maupun
tidak langsung berpengaruh pada berkembangnya dunia pemetaan.
Perkembangan teknologi komputer yang
dimaksud adalah kapasitas memori yang semakin besar. Proses data yang semakin
cepat dan fungsi dari komputer itu sendiri yang menjadi lebih majemuk sehingga
memiliki fungsi yang sangat beragam, selain itu komputer juga menjadi lebih
mudah untuk dioperasikan melalui beberapa paket program.
Saat ini
pembuatan peta secara konvensional secara terestris dapat dipermudah dengan
bantuan komputer melalui pendataan di lapangan yang langsung dapat didownload
ke komputer untuk pelaksanaan perhitungan polygon, perataan perhitungan
(koreksi) dan lain-lain. Bahkan dewasa ini kita bisa melakukan pemisahan warna
secara digital sebagai proses dalam pencetakan peta.
Seperti
halnya peta hardcopy atau peta analog, peta digital dapat kita pakai untuk
membantu kita mendapatkan informasi suatu daerah. Perbedaan antara keduanya
hanya pada pada bentuknya saja, dimana peta analog berupa lembaran kertas,
sedangkan peta digital berupa data yang tersimpan dalam media perekam seperti
disket, CD, flashdisk atau harddisk. Kelebihan yang dimiliki oleh peta digital
dibanding dengan peta analog salah satunya adalah kemudahan untuk editing
dengan mudah dan cepat.
Dengan
adanya peta digital kita sebagai orang-orang yang berhubungan dengan pemetaan
atau orang-orang yang dalam kesehariannya selalu bergelut dengan peta banyak
diuntungkan. Namun selain keuntungan-keuntungan yang kita dapatkan, ada pula
kekurangan-kekurangan yang kita dapatkan dengan menggunakan peta digital.
Keuntungan-keuntungan yang kita dapatkan antara lain:
- Pembuatan peta existing semakin cepat dan mudah.
- Pembuatan peta tematik lebih mudah dan cepat.
- Produksi (penggandaan) peta semakin cepat.
- Penyajian secara grafis lebih bagus.
- Updating peta lebih mudah dan cepat.
- Melalui pengggabung dengan data stasistik maka analisis data dapat dilakukan dengan mudah.
- Media penyimpanan semakin kecil sehingga tidak membutuhkan ruangan yang besar.
- Kualitas data dapat dipertahankan karena tidak terpengaruh oleh suhu, tekanan, dan lain-lain.
- Dapat dengan mudah memproduksi peta dengan berbagai macam skala dengan memperhatikan proses seleksi dan generalisasi.
- Dapat dengan mudah membuat peta.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam penggunaan peta
digital adalah:
- Membutuhkan investasi biaya yang mahal untuk peralatan (hardware) pengadaan data (digitizer, scanner, computer, total station, GPS, citra satelit dll).
- Memerlukan sumber daya manusia yang terampil yang menguasai berbagai macam disiplin ilmu (computer, kartografi, remote sensing, pemetaan digital, sistem koordinat, sistem proyeksi dll).
- Membutuhkan biaya investasi yang besar untuk pengadaan software yang berlisensi (MS windows, MS office, ER Mapper, Autocad Map, Arc View, Map Info, dll).
Dengan kemudahan pengolahan dan pemindahan dari media
komputer ke media penyimpanan data membawa dampak negatif seperti:
- Dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang dan dapat diperbanyak, diberikan kepada pihak lain serta dapat diperjualbelikan secara bebas.
- Terjadi pembocoran data kekayaan alam, dislokasi militer, dan segala sesuatu yang seharusnya menjadi rahasia negara.
- Data tentang kondisi medan/alam dapat ditransfer secara langsung dan secara cepat dengan menggunakan jaringan komputer yang saling dihubungkan, sehingga pihak musuh secara sewaktu-waktu di monitor dari tempat yang lain.
Proses Pemetaan Digital
Secara umum proses pemetaan digital dibagi ke dalam
tiga tahap pekerjaan sebagai berikut:
1.
Data input
Data input yang dimaksud dapat
berupa data survei lapangan baik dengan menggunakan theodolite, total station,
ataupun GPS yang telah diproses menjadi data koordinat, peta analog yang sudah
ada, hasil interpretasi foto udara atau citra satelit. Data analog ini perlu
dilakukan digitasi dengan melalui vektorisasi dengan perangkat keras meja
digitizer atau rasterisasi dengan alat scanner. Kemudian dilakukan perubahan
format yang diinginkan dari vektor ke raster atau sebaliknya.
2. Data processing
2. Data processing
Untuk proses editing objek-objek
peta yang berupa simbol, titik, garis, ataupun poligon dilakukan dalam format
data vektor. Hal ini mengingat kemampuan format vektor yang tidak terpengaruh
besar kecilnya nilai piksel. Ketika dilakukan zooming (in atau out) informasi
yang tersimpan dalam format vektor tidak berubah. Hal ini sangat berbeda bila
menggunakan format data raster yang terpengaruh oleh zooming kenampakan pada
layar monitor.
3. Data Output
Dengan berbagai manipulasi yang ada pada
beragam perangkat lunak yang diinginkan, setelah melalui proses editing dan
perancangan layout akan dihasilkan peta baru dalam format digital. Peta baru
dalam format digital ini memiliki banyak keuntungan apabila akan digandakan,
dikirim ke tempat lain, atau jika akan dilakukan penambahan atau pengurangan
informasi baru ke dalamnya. Untuk penyimpanannya pun jauh lebih hemat, praktis,
dan relatif tahan lama.
Peralatan,
bahan dan prosedur pemetaan digital
Pemetaan tanah digital (disingkat PTD) atau digital
soil mapping
Era informasi ditandai dengan pemanfaatan teknologi komputer, teknologi komunikasi dan teknologi proses secara terintegrasi, untuk mewujudkan masyarakat yang semakin nyaman dan sejahtera. PTD dapat didefenisikan sebagai penciptaan dan pengisian sistem informasi tanah dengan menggunakan metode-metode observasi lapangan dan laboratorium yang digabungkan dengan pengolahan data secara spatial ataupun non-spatial. Metode PTD menggunakan variabel-variable pembentuk tanah yang dapat diperoleh secara digital (misalnya remote sensing, digital elevation model, peta-peta tanah)untuk mengoptimasi survai tanah di lapangan. Tujuan PTD adalah menggunakan variabel-variabel pembentuk tanah untuk menprediksi sifat dan ciri tanah keseluruhan area survai dalam Sistem Informasi Geografis. Dengan kata lain PTD adalah proses kartografi tanah secara digital.
Era informasi ditandai dengan pemanfaatan teknologi komputer, teknologi komunikasi dan teknologi proses secara terintegrasi, untuk mewujudkan masyarakat yang semakin nyaman dan sejahtera. PTD dapat didefenisikan sebagai penciptaan dan pengisian sistem informasi tanah dengan menggunakan metode-metode observasi lapangan dan laboratorium yang digabungkan dengan pengolahan data secara spatial ataupun non-spatial. Metode PTD menggunakan variabel-variable pembentuk tanah yang dapat diperoleh secara digital (misalnya remote sensing, digital elevation model, peta-peta tanah)untuk mengoptimasi survai tanah di lapangan. Tujuan PTD adalah menggunakan variabel-variabel pembentuk tanah untuk menprediksi sifat dan ciri tanah keseluruhan area survai dalam Sistem Informasi Geografis. Dengan kata lain PTD adalah proses kartografi tanah secara digital.
Namun PTD bukan berarti mentransformasikan
peta-peta tanah konvensionil menjadi digital. Proses PTD menggunakan
informasi-informasi dari survei tanah lapangan digabungkan
dengan informasi tanah secara digital, seperti citra (image) remote
sensing dan digital elevation model. Dibandingkan dengan peta
tanah konvensional, dimana batas-batas tanah digambar secara manual
berdasarkan pengalaman surveyor yang subyektif. Namun dalam PTD
teknik-teknik automatis dalam Sistem Informasi Geografis digunakan
untuk menproses informasiinformasi tanah dengan lingkungannya.
a. Data spasial
Data spasial adalah data yang memiliki referensi
ruang kebumian (georeference) di mana berbagai data atribut terletak
dalam berbagai unit spasial. Sekarang ini data spasial menjadi media
penting untuk perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumber daya
alam yang berkelanjutan pada cakupan wilayah nasional, regional
maupun lokal.
Pemanfaatan data spasial semakin meningkat
setelah adanya teknologii pemetaan digital dan pemanfaatannya
pada Sistem Informasi Geografis (SIG). Informasi spasial adalah salah
satu informasi yang harus ada dan menjadi tulang punggung keberhasilan
perencanaan pembangunan masyarakat di atas.
Penuangan informasi spasial dalam bentuk peta digital sangat dihajatkan dikarenakan hal-hal berikut:
Penuangan informasi spasial dalam bentuk peta digital sangat dihajatkan dikarenakan hal-hal berikut:
1)
Fleksibilitas
penggunaannya untuk berbagai kepentingan sektoral pembangunan.
2)
Semakin
meluasnya penggunaan komputer personal dengan berbagai fasilitas
untuk penampilan data grafis.
3)
Semakin
meluasnya pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berbasis
peta digital. SIG semakin diharapkan kontribusinya dalam membantu
pengambilan keputusan pada kebijakan yang terkait dengan penataan dan
pemanfaatan ruang.
b. Spesifikasi peta digital
Peta digital yang dapat diandalkan adalah yang
memiliki data terintegrasi secara nasional bahkan internasional, cepat
proses produksinya, akurat datanya serta terjamin proses
pemutakhirannya.
Antisipasi
Pemetaan digital mencoba menerapkan
teknologi mutakhir di bidang pemetaan yang seoptimal mungkin
memanfaatkan teknologi digital. Dibandingkan dengan proses
pemetaan sebelumnya, pada pemetaan digital terjadi reduksi tahapan
proses produksi pemetaan dan reduksi waktu produksi yang berarti.
Pemetaan digital menawarkan teknologi pemetaan yang
menjamin kecepatan dan ketepatan produksi peta.
c. Yang unik pada pemetaan digital
Pemotretan foto udara dikombinasikan dengan
teknologi penentuan posisi GPS Kinematis. Ini mereduksi kebutuhan
titik kontrol lapangan yang memakan waktu lama dalam pengadaan dan
sangat merepotkan dalam pemeliharaannya. Kebutuhan titik kontrol
lapangan dipenuhi dengan pengukuran Differential GPS. Ini menjamin
integrasi data dengan kerangka spasial nasional bahkan
internasional. Kompilasi data fotogrametris stereo plotting dilakukan
dengan pengkodean unsur yang konsisten. Artinya sejak proses ini
basis data inisial telah tersusun. Kontur dihitung dengan pengukuran
data ketinggian pada grid beraturan ditambah pada
unsur-unsur penting, seperti jalan dan sungai. Penambahan data hasil
proses cek lapangan, pemisahan warna cetak sampai pembuatan desain
kartografis dilakukan hampir seluruhnya secara digital.
d. Produk
1)
Titik
Kontrol GPS, sangat bermanfaat untuk pengikatan pemetaan
sektoral kepada kerangka spasial nasional.
2)
Cek plot
geografis, pada prinsipnya sudah dapat dimanfaatkan untuk
aplikasi SIG sebagai masukan data dasar, atau dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan peta-peta khusus, misalnya peta jaringan jalan.
3)
Peta
digital, didistribusikan dalam media CD-ROM sangat membantu
dalam mempercepat pengadaan data spasial dasar, siap digunakan oleh
berbagai kepentingan pemetaan sektoral, sebagai pondasi pembuatan
peta-peta tematik. Akan disediakan juga produk peta dalam bentuk
cetak
.
e. Daftar produk pemetaan digital
e. Daftar produk pemetaan digital
1)
Foto Udara
skala 1:50.000 dan 1:30.000 (untuk kota-kota: Jakarta, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Kupang), berikut data GPS
Kinematik.
2)
Titik
Kontrol GPS sebanyak kurang lebih 170 titik yang tersebar di seluruh
wilayah pemetaan.
3.9.950 Model Foto Udara untuk penghitungan triangulasi
udara dan pemetaan.
3)
1.662 lembar
peta skala 1:25.000 dalam bentuk cetakan dengan 5 warna.
5. Peta dalam format digital (pada media CD-ROM) yang antara lain memuat lapisan-lapisan (layer): jalan/komunikasi/transportasi, pemukiman, vegetasi, perairan dan kontur.
5. Peta dalam format digital (pada media CD-ROM) yang antara lain memuat lapisan-lapisan (layer): jalan/komunikasi/transportasi, pemukiman, vegetasi, perairan dan kontur.
Digital
Elevation Model (DEM) dengan kerapatan informasi ketinggian pada 100
x 10 meter.
Upaya pengamanan
data pemetaan digital
Perkembangan teknologi komputer yang semakin
cepat, canggih dan berkemampuan tinggi meliputi: kapasitas memori
yang semakin besar, proses data yang semakin cepat dan fungsi yang
sangat majemuk (multi fungsi) serta semakin mudahnya komputer
dioperasikan melalui beberapa paket program, berdampak pula
pada proses pembuatan peta. Pembuatan peta secara konvensional secara
teoritis dapat di permudah dengan bantuan komputer mulai dari
pembacaan data di lapangan yang dapat langsung di download ke
komputer untuk pelaksanaan perhitungan poligon, perataan penghitungan
(koreksi) dan lainlain, bahkan sampai pada proses pembuatan pemisahan
warna secara digital sebagai bagian dari proses pencetakan peta.
Perkembangan lainnya adalah dapatnya peta-peta
yang telah ada melalui proses digitasi baik secara manual
menggunakan digitizer/mouse maupun dengan menggunakan scanner
menyebabkan data dalam peta dapat ditransfer dari peta analog ke peta
digital dan data dapat di perbaharui (ditambah maupun dikurangi dan lain-lain) sesuai
kebutuhan pengguna.
Dengan berkembangnya teknologi satelit utamanya
satelit navigasi yang dapat dipadukan dengan teknologi
komputer, dampaknya terhadap bidang pemetaan juga semakin besar,
yakni pembuatan peta melalui pemanfaatan citra satelit yang diedit/diolah
dengan komputer. Mudahnya proses pembuatan peta tersebut
juga dibarengi dengan kemudahan dalam hal memperbanyak, mentransfer,
membuat duplikat (copy) kedalam disket atau media penyimpan/perekam
lainnya sehingga mempermudah untuk disebar luaskan ataupun
diperjual-belikan.
Tidak menutup kemungkinan hal itu dapat pula
dilakukan terhadap peta-peta topografi buatan Dittop TNI-AD, peta-peta
buatan Dishidros TNI-AL, peta-peta buat-an Dissurpotrud TNI-AU atau
peta-peta lainnya yang berklasifikasi rahasia. Dipandang dari segi
pertahanan, keamanan dan kepentingan militer, maka hal
tersebut merupakan kerawanan, dimana sampai saat ini kita masih menekankan
produk peta tersebut di atas merupakan barang yang berklasifikasi
rahasia dan terbatas (tergantung kadarnya), dimana
untuk memperolehnya harus melalui prosedur yang telah
ditetapkan.Tantangan yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana
cara mengamankan data pemetaan digital khususnya yang menyangkut
daerah rawan, obyek vital di wilayah Republik Indonesia.
a. Pembuatan dan penggunaan
peta digital.
Dengan
semakin mudahnya proses pembuatan peta menyebabkan banyak pihak yang
melibatkan diri dalam bidang survei dan pemetaan, khususnya
yang bergerak dalam bidang penyediaan data spatial (muka ruang bumi)
sesuai dengan keinginan pemesan/pengguna (user).
Para produsen Selalu akan berusaha untuk dapat memenuhi
keinginan dan pesanan dari para pengguna dan cenderung
mengikuti permintaan pasar. Pada umumnya pihakpihak yang lapangan
pekerjaannya berkaitan dengan perencanaan dan pemanfaatan ruang
seperti halnya bidang transmigrasi, kehutanan, pertanian, perumahan,
pekerjaan umum, pengembang perumahan dan lain-lain sangat
membutuhkan peta sebagai salah satu sarana pokok dalam membuat
perencanaannya. Sulitnya prosedur perolehan peta topografi merupakan
salah satu faktor penyebab mereka mencari alternatif lain
untuk memperoleh peta lain yang dapat memberikan informasi tentang
medan sebaik atau lebih baik dari peta topografi, dalam hal ini
contohnya seperti peta rupa bumi produk Bakosurtanal.
Dengan perkembangan teknologi belakangan ini beberapa bagian wilayah
Indonesia telah diliput dengan citra satelit dan direkam/disimpan
dalam media compact disk yang dapat dipesan oleh pihak pengguna
sesuai kebutuhan dan daerah yang dibutuhkan.
b. Pembuatan peta digital.
Ø Ditinjau dari segi efisiensi
pembuatannya ada kecenderungan semakin banyak pihak yang berkecimpung
dalam pem buatan peta digital, karena prosesnya akan lebih singkat
dibandingkan dengan pembuatan peta secara konvensional.
Ø Dengan memanfaatkan sistem
digitasi dengan digitizer (mouse) dan scanner dalam proses digitasi
peta-peta yang telah ada, tidak menutup kemungkinan peta-peta yang di
klasifikasikan sebagai dokumen rahasia akan diubah pula menjadi peta
lain dalam bentuk data digital.
Ø Pembuatan peta yang
kemungkinannya lebih mudah dikembangkan adalah dengan pemanfaatan
citra satelit. Hal ini disebabkan karena dengan orbit satelit yang
setiap saat mengitari bumi termasuk wilayah Republik
Indonesia, membuat cakupan rekaman data tentang kenampakan permukaan
bumi wilayah Indonesia dapat direkam semuanya dan dapat dipetakan
sesuai periode waktu yang ditetapkan. Salah satu kesulitan dalam
proses pemetaan dengan citra satelit adalah masih diperlukan
proses interpretasi data obyek yang ada pada citra satelit, sehingga
diperlukan pengecekan lapangan (field checking) dan data/peta lain
untuk ketepatan informasi tentang data yang dipetakan. Namun
kesulitan ini dapat diatasi sendiri oleh pihak pengguna dengan
jalan melaksanakan kegiatan pengecekan lapangan sendiri sesuai
kebutuhan.
Ø Sampai saat ini yang dapat mengoptimalkan
pemetaan secara digital menggunakan citra satelit dan pemanfaatannya
adalah pihak/lembagalembaga di luar negeri.
Di Indonesia sendiri baru akan dilaksanakan dan
telah dilaksanakan persiapan-persiapan ke arah pemetaan digital.
Dengan dikembangkannya pemetaan digital oleh pihak-pihak asing, tidak
menutup kemungkinan data mengenai wilayah Indonesia justru lebih
dikuasai oleh pihak luar, sehingga pihak kita justru harus membeli
untuk dapat memiliki dan memanfaatkannya.
b. Penggunaan peta digital.
Penggunaan peta digital pada dasarnya sama saja
dengan peta biasa, hanya wujudnya yang agak berbeda, dimana
peta biasa hanya dapat digunakan dalam bentuk lembaran atau helai
sedangkan peta digital selain ada peta seperti halnya peta
biasa disertai data yang telah tersimpan dalam media perekam seperti
magnetik tape, disket, compact disc, flashdisk, hardisk,
dan lain-lain sehingga sewaktu-waktu dapat diedit dan dicetak kembali
sesuai kebutuhan. Dengan kemudahan pengolahan dan pemindahan dari
media komputer ke media penyimpan data seperti tersebut di atas membawa
dampak negatif antara lain :
Ø Dapat di salah gunakan oleh
pihak-pihak yang tidak berwenang dan dapat diperbanyak, diberikan
kepada pihak lain serta dapat diperjual-belikan secara bebas. Dengan
kata lain jatuh ke tangan pihak yang tidak seharusnya
boleh memperoleh dan mempergunakannya tanpa mendapatkan ijin dari
pemerintah Republik Indonesia.
Ø Terjadinya pembocoran data
kekayaan alam, dislokasi militer dan segala sesuatu yang seharusnya
menjadi rahasia negara. Hal ini disebabkan dengan berbagai teknik
interpretasi citra yang ada, baik dengan cetode (band) dan lain-lain
maka semua yang ada baik dipermukaan wilayah maupun dibawah permukaan
tanah dapat diketahui.
Ø Data tentang kondisi
medan/alam wilayah Republik Indonesia dapat ditransfer secara
langsung dan secara cepat dengan menggunakan jaringan komputer yang
saling dihubungkan (menggunakan modem), sehingga untuk kepentingan
taktis maupun strategis pihak lawan/musuh dapat
sewaktu-waktu dimonitor di/dari tempat lain. Tentunya hal ini akan
sangat merugikan bagi bidang pertahanan keamanan/militer negara kita.
Ø Penggunaan peta digital
yang diharapkan (memperoleh ijin)
redaksional Masalah pembuatan peta digital terutama melalui penggunaan citra satelit sangat sulit untuk dicegah, terutama dengan perkembangan teknologi satelit navigasi yang sangat cepat. Selain itu yang me-nguasai teknologi satelit justru negara lain seperti Amerika (Lansat, Seasat dan Geosat), Perancis (SPOT), Kanada (Radarsat) dan lain-lain, sehingga mereka dengan sendirinya dapat memanfaatkan data citra satelitnya baik untuk kepentingan dalam negerinya sendiri maupun untuk dapat mengetahui keadaan/kondisi negara-negara lain. Demikian pula dalam penggunaannya semua pihak pengguna dapat secara langsung memesan / membeli kepada lembaga/perusahaan yang membuat peta tersebut. Sesuai dengan hal -hal tersebut di atas, maka dalam pembuatan dan penggunaan peta-peta digital tersebut seharusnya melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
redaksional Masalah pembuatan peta digital terutama melalui penggunaan citra satelit sangat sulit untuk dicegah, terutama dengan perkembangan teknologi satelit navigasi yang sangat cepat. Selain itu yang me-nguasai teknologi satelit justru negara lain seperti Amerika (Lansat, Seasat dan Geosat), Perancis (SPOT), Kanada (Radarsat) dan lain-lain, sehingga mereka dengan sendirinya dapat memanfaatkan data citra satelitnya baik untuk kepentingan dalam negerinya sendiri maupun untuk dapat mengetahui keadaan/kondisi negara-negara lain. Demikian pula dalam penggunaannya semua pihak pengguna dapat secara langsung memesan / membeli kepada lembaga/perusahaan yang membuat peta tersebut. Sesuai dengan hal -hal tersebut di atas, maka dalam pembuatan dan penggunaan peta-peta digital tersebut seharusnya melalui prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Walaupun dalam proses pembuatannya sulit untuk
dipantau dan dimonitor, namun sebaiknya pembuatan peta-peta
digital mengindahkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Ø Dalam pembuatan peta baik dari
proses digitasi peta-peta yang diklasifikasikan sebagai dokumen
rahasia, harus memperoleh ijin dari pemerintah RI, dalam hal ini
diberlakukan seperti porosedur untuk memperoleh peta Topografi
TNI-AD. Tidak diijinkan melakukan proses digitasi terhadap
peta topografi atau peta lainnya tanpa seijin pemerintah RI dalam hal
ini instansiinstansi terkait antara lain : Departemen Dalam
Negeri RI, Departemen Pertahanan RI, Mabes TNI, Bais TNI
dan Angkatan.
Ø Khusus tentang proses pembuatan
peta digital dari citra satelit yang dilakukan baik oleh
pihak-pihak/lembaga dalam negeri maupun luar negeri, perlu
pula diatur dalam bentuk perundangundangan survei pemetaan
tersendiri. Terutama terhadap pembuat peta digital dari pihak-pihak/lembaga
di luar negeri perlu diatur dalam bentuk perjanjian/kesepakatan
bersama di forum internasional. Perlu untuk didapat/diperoleh
kepastian tentang sampai sejauh mana pihak lain dapat menggunakan
keunggulan wilayah suatu negara/negara lain.
Semakin banyak faktor yang harus dipertimbangkan
dalam pembuatan perencanaan pembangunan dan pelaksanaan pembangunan
terutama yang berkait-an dengan penggunaan tanah/lahan secara
langsung, salah satunya membutuhkan tuntutan data yang akurat dan
cepat tentang medan/permukaan bumi dalam skala/kadar tertentu sesuai
dengan
adanya peta yang dapat diolah/diedit dengan cepat melalui ketentuanketentuan sebagai berikut :
adanya peta yang dapat diolah/diedit dengan cepat melalui ketentuanketentuan sebagai berikut :
1.
Data peta
digital yang telah ada tidak boleh dengan mudah untuk
diperjualbelikan dengan bebas tanpa melalui prosedur dan ketentuan
yang diberlakukan oleh Pemerintah RI.
Prosedur yang diberlakukan dapat disamakan dengan
prosedur permintaan peta topografi produk Direktorat Topografi TNI-AD
sesuai dengan kadarnya.
2.
Dalam hal
pemilikannya perlu pula diatur ketentuan/per-undangan yang menentukan
lembaga atau instansi mana yang berhak untuk memiliki
sekaligus menggunakannya.
3.
Penggunaan
data peta digital tersebut telah mendapatkan ijin dari instansi
yang berwenang dan mengawasi penggunaannya.
4.
Penggunaan
data peta digital haruslah terkoordinir dengan baik,
baik dilingkungan instansi pemerintah sendiri maupun pada
lembaga-lembaga/perusahaan swasta yang membutuhkannya.
5.
Penjualan
data peta digital kepada pengguna swasta juga harus atas
seijin lembaga atau instansi yang berwenang dan mengawasi data
tersebut. Dalam hal ini termasuk diberlakukan ketentuan seperti
halnya larangan untuk melakukan duplikasi (copy) atau pembajakan
data peta digital dengan pengawasan yang ketat disertai sanksi hukum
yang berat.
Faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan pengamanan.
Dalam rangka mewujudkan kondisi pembuatan maupun
penggunaan data pemetaan digital seperti yang diharapkan, tidak
terlepas dari kendala yang ada berupa adanya faktor-faktor baik yang
mendukung maupun yang menghambat. Faktor-faktor yang mendukung antara
lain terdiri atas :
1.
Perundang-undangan
survei dan pemetaan yang ada.
Walaupun perundangan Surta (Survei Tanah) yang
ada masih bersifat mengatur kegiatan dan wewenang serta
tanggung jawab masing-masing lembaga/instansi, permatra ataupun
perbidang seperti matra darat (DittopTNI-AD),matra laut
(Dishidros TNI-AL),matra udara (Dissurpotrud TNI-AU), Mabes TNI
(PUSSURTA TNI), Dephan (Ditwilhan), Bakosurtanal dan
instansi pemerintah lainnya, sedikit banyak telah menetapkan
lembaga/instansi yang berwenang dan berkompeten mengatur/mengadakan
pekerjaan survei dan pemetaan. Ketentuan yang berlaku dalam
perundangan yang ada dapat diterapkan terhadap pembuatan dan prosedur
untuk memperoleh, menyimpan maupun menggunakan data peta digital. Bila perundangan
Surta secara nasional dapat diberlakukan diharapkan akan
berdampak positif terhadap kegiatan survei pemetaan wilayah nasional
RI termasuk terhadap pemetaan digital tersebut
2.
Sumber daya
manusia.
Tenaga ahli yang memahami dan menguasai tentang
seluk beluk kegiatan survei dan pemetaan termasuk pemetaan digital
di Indonesia merupakan potensi yang mendukung pelaksanaan
pembuatan maupun penggunaan data pemetaan digital seperti yang
diharapkan. Terhadap mereka perlu diberikan masukan tentang pentingnya langkah-langkah
pengamanan terhadap data pemetaan digital, sebab orientasi mereka
terutama terhadap aspek pemanfaatan data (terutama peta)
secara optimal, sehingga mereka mengabaikan segi pengamanannya yang
antara lain disebabkan oleh :
a.
Ketidak
mengertian tentang perlunya tindakan pengamanan terhadap
data tersebut. Hal ini terjadi karena menurut persepsi mereka yang
terpenting adalah bagaimana dapat tersedianya data guna dilibatkan
dalam kegiatan-kegiatan perencanaan pembangunan. Keadaan demikian
juga dilakukan oleh tenagatenaga ahli yang bergerak dan bekerja
di sektor swasta.
b.
Belum
jelasnya klasifikasi tentang data peta bagaimana yang
digolongkan rahasia. Oleh sementara orang, masih rancuh.
c.
Pengertian
tentang data peta yang dianggap rahasia Dengan pemberian masukan dan
informasi yang jelas tentang kedua aspek tersebut di atas, maka
sumber daya manusia yang ada akan sangat membantu terhadap kegiatan
pengamanan yang akan dijalankan.
Faktor-faktor yang menghambat dalam
Pemetaan digital
I.
Perkembangan
teknologi.
Dalam hal ini perkembangan teknologi di bidang
satelit navigasi selain membawa dampak positif juga membawa
dampak negatif khususnya dalam upaya pengamanan data peta digital
dikatakan sebagai penghambat karena dengan kemajuan teknologi yang
ada memungkinkan peliputan seluruh permukaan bumi dengan
sensor/receiver yang diletakkan pada wahana satelit semakin mudah,
apa lagi saat ini tingkat kemampuan resolusinya semakin tinggi.
Pelaksanaan pemetaan secara parsial.
Pada kenyataannya pelaksanaan pemetaan yang
diselenggarakan di Indonesia dilakukan oleh beberapa
instansi pemerintah baik sipil maupun militer, maupun oleh lembaga
swasta yang menjadi kontraktor dalam pelaksanaan survei dan pemetaan.
Kondisi tersebut disebabkan dengan dasar operasi mereka adalah
Undangundang Surta yang dimilikinya. Hal ini menyebabkan kesulitan
untuk memantau efisiensi pelaksanaan pemetaan wilayah nasional.
Berkaitan dengan pengamanan penggunaan data peta digital
dengan dilaksanakannya kegiatan survei dan pemetaan secara parsial
lebih menyulitkan lagi dan tingkat kebocoran dan penyalahgunaan data
tersebut semakin besar, karena perputaran maupun jaringan.
Klasifikasi tentang penggunaan peta.
Masih kurang jelasnya tentang klasifikasi mengapa
peta topografi tergolong rahasia membutuhkan suatu upaya untuk meluruskan/menyamakan
persepsi kita tentang klasifikasi tersebut. Disamping itu perlu juga
dipertimbangkan untuk mengadakan pengkriteriaan tertentu terhadap
peta-peta yang benar-benar tergolong berklasifikasi rahasia. Selain itu perlu
juga dilakukan pengklasifikasian penggunaan peta antara lain sebagai
berikut
1.
Penetapan
bahwa peta digital yang diklasifikasikan rahasia berupa
hasil modifikasi peta topografi atau hasil pemetaan dari citra
satelit dengan penonjolan data militer misalnya untuk kedar 1:25.000 sampai
1:100.000, penggunaannya terbatas untuk lingkungan TNI dan Dephan.
2.
Peta-peta
lain berbagai kadar tanpa penonjolan data militer dapat dipergunakan
juga oleh instansi sipil dan swasta sesuai prosedur yang
berlaku, dengan tingkat klasifikasi sesuai dengan kadarnya.
3.
Terhadap
peta-peta tematik digital yang tidak bertemakan data militer
dapat dipergunakan langsung oleh pihak umum. Pada umumnya banyak
juga peta tematik yang dibuat secara digitasi.
4.
Diadakan
pembedaan yang jelas antara peta yang hanya digunakan oleh
pihak militer dan peta mana yang boleh digunakan oleh pihak lain
(sipil dan swasta). Hal ini agar tidak menimbulkan kerancuan tentang
peta mana yang tergolong rahasia dan mana yang bukan.
5.
Dengan
tersedianya tenaga/sumber daya manusia yang berkwalitas
dalam penanganan pemetaan digital merupakan modal utama dalam
proses pengamanannya.
Penggunaan
perangkat lunak dalam pemetaan digital untuk pemula
Memulai
program AutoCAD pada komputer
Untuk
memulai program AutoCAD (Computer Aided Design) Dibagian atas ada
sederetan menu “pull down”kemudian dibawahnya, disamping, dan atau di
bagian bawah ada sekumpulan
ikon dalam
“toolbar”yang dapat diakses langsung . Formasi ini bisa jadi
tidak nampak seperti pada gambar diatas
Mengakses
perintah
Perintah-perintah
AutoCAD dapat diakses melalui tiga cara, yakni:
1. Melalui
baris menu utama (pull down menu)
2. Melaui
ikon yang tersedia pada toolbar yang ada , atau
3. Secara
konvensional yang dapat diketikkan langsung pada baris perintah
Di bagian
atas ada sederetan menu “pull down”kemudian dibawahnya, disamping, dan atau di
bagian bawah ada sekumpulan ikon dalam “toolbar”yang dapat diakses langsung .
Formasi ini bisa jadi tidak nampak seperti pada gambar diatas
Mengakses perintah
Mengakses perintah
Perintah-perintah
AutoCAD dapat diakses melalui tiga cara, yakni:
1. Melalui baris menu utama (pull down
menu)
2. Melaui ikon yang tersedia pada
toolbar yang ada
3. Secara konvensional yang dapat
diketikkan langsung pada baris perintah
Menyiapkan
digitizer
a)
Instalasi
Digitizer
Jika kita baru pertama kali memasang digitizer,
langkah awal yang harus kita kerjakan adalah memasangnya sesuai petunjuk alat.
Pada AutoCAD 2005, instalasi digitizer ditangani oleh sistem operasi Windows.
Digitizer yang baru umumnya dilengkapi dengan Wintab
driver yang dapat dikenali oleh Windows. Jika digitizer telah dapat digunakan
pada sistem operasi Windows, AutoCAD otomatis dapat membaca peranti digitizer
tersebut. Digitizer dalam hal ini dapat kita pasang bersama-sama dengan mouse
yang sudah ada. Jika mouse pada COMl, digitizer dapat kita pasang pada COM2.
Setelah digitizer terbaca oleh sistem operasi Windows, pada AutoCAD ikuti langkah instalasi berikut.
Setelah digitizer terbaca oleh sistem operasi Windows, pada AutoCAD ikuti langkah instalasi berikut.
·
Klik Tools
> Option > System, akan muncul kotak dialog yang salah satu bagiannya
adalah kotak "Current Pointing Device".
·
Pada kotak
tersebut, ada kotak pilihan yang jika diklik berisi Current Pointing Device dan
Wintab Compatible Digitizer, pilihlah "Wintab Compatible Digitizer....
".
·
Persis di
bawahnya ada dua tombol opsi yang akan aktif begitu kita memilih Wintab
Digitizer, yakni opsi "Digitizer only" dan "Digitizer and
mouse". Pilihan pertama akan menonaktifkan mouse dan pointer yang berlaku
hanya digitizer. Sementara pada pilihan kedua, baik mouse maupun digitizer akan
samasama dapat digunakan. Apa pun yang kita pilih, tidak menjadi masalah. Namun
jika pada saat kalibrasi tablet kita mengalami kesulitan karena kendali kursor
berpindah-pindah terlalu dinamis antara mouse dan digitizer, pilihlah terlebih
dahulu "Digitizer only".Klik OK untuk mengakhiri sesi ini.
·
Digitizer
mestinya sudah dapat difungsikan. Cobalah gerakan pointer pada digitizer.
Pointer pada layar mestinya ikut bergerak. Kemudian jika mouse digerakkan,
secara otomatis kursor pada layar mengikuti gerakan mouse, ini jika pilihan
yang kita ambil adalah "Digitizer and mouse ". Pengujian yang perlu
dikerjakan adalah menguji fungsinya dan menguji tingkat akurasinya. Untuk
menguji digitizer, kita memerlukan sebuah grid plate, atau dapat pula
menggunakan kertas yang di atasnya telah kita beri grid dengan jarak tertentu.
Kertas grafik yang berkualitas baik dapat kita gunakan.
Untuk menguji digitizer, prinsipnya adalah melakukan kalibrasi dengan grid yang kita anggap benar koordinatnya. Sebagai contoh, kita gunakan grid dari kertas graft, lalu kita tentukan empat titik A, B, C, dan D, seperti pada Gambar, dan masing-masing kita beri koordinat A(0,0), B(3000,0), C(3000,2000), dan D(0,2000). Oleh karena jarak AB pada kertas adalah 30 cm, gambar tersebut berskala 1:1000.
Untuk menguji digitizer, prinsipnya adalah melakukan kalibrasi dengan grid yang kita anggap benar koordinatnya. Sebagai contoh, kita gunakan grid dari kertas graft, lalu kita tentukan empat titik A, B, C, dan D, seperti pada Gambar, dan masing-masing kita beri koordinat A(0,0), B(3000,0), C(3000,2000), dan D(0,2000). Oleh karena jarak AB pada kertas adalah 30 cm, gambar tersebut berskala 1:1000.
Tempatkan grid tersebut di atas meja digitizer, lalu
ikuti langkah-langkah berikut.
Ø Letakkan kertas grid di atas meja
digitizer.
Ø Pilih menu Tools > Tablet >
Cal. 3. Pada perintah "Digitize point #1:", arahkan pointer ke grid A,
klik tombol OK digitizer.
Ø Pada baris perintah akan muncul
"Enter coordinates of point #1:" Masukkanlah angka 0,0 lalu tekan
Enter.
Ø Teruskan langkah tersebut dengan
mengarahkan pointer ke grid B, klik OK, kemudian masukkan angka 3000,0 lalu
Enter.
Ø Dengan cara yang sama, arahkan ke
grid C dan D. Untuk grid C masukkan angka 3000,2000 sedangkan untuk grid D
masukkan koordinat 0,2000.
Pada baris perintah akan ditampilkan statistik. Tingkat akurasi kalibrasi ditunjukkan oleh nilai root mean square error (RMS). Jika proses kalibrasi menggunakan grid yang benar dan proses pointing dilakukan dengan akurat dan sangat hatihati, nilai RMS tersebut akan berkorelasi dengan tingkat akurasi digitizer. Cara tersebut bisa diulang beberapa kali.
Jika perlu dengan operator yang berbeda, sehingga kita dapat melakukan analisis statistik. Makin banyak data, alias makin banyak sample, akan semakin memperkuat validitas pengujian.
Pada baris perintah akan ditampilkan statistik. Tingkat akurasi kalibrasi ditunjukkan oleh nilai root mean square error (RMS). Jika proses kalibrasi menggunakan grid yang benar dan proses pointing dilakukan dengan akurat dan sangat hatihati, nilai RMS tersebut akan berkorelasi dengan tingkat akurasi digitizer. Cara tersebut bisa diulang beberapa kali.
Jika perlu dengan operator yang berbeda, sehingga kita dapat melakukan analisis statistik. Makin banyak data, alias makin banyak sample, akan semakin memperkuat validitas pengujian.
Memulai
digitasi
Sebelum memulai proses digitasi, siapkanlah terlebih
dahulu tatanan layer sesuai dengan klasifikasi isi peta. Sebagai contoh, kita
definisikan tatanan layer seperti berikut ini.
Membuat
bingkai dan grid
Untuk memulai digitasi sebuah peta, letakkanlah peta
yang akan didigitasi di atas digitizer, rekatkanlah dengan cellotape
secukupnya. Langkah pertama buatlah bingkai peta. Sebagai contoh, kita akan
mendigitasi sebuah peta rupa bumi skala 1:25.000 dari Bakosurtanal, lembar
1707- 334, Tabanan (Bali). Koordinat pojok peta ini sebagai berikut (UTM):
·
Tabel 45.
Keterangan koordinat
·
Kiri-bawah :293667,9046097
·
Kanan-bawah :307427,9046162
·
Kanan-atas :307364,9059988
·
Kiri-atas :293600,9059923
Langkah
pertama, kita buat terlebih dahulu bingkai luar petanya dengan langkahlangkah
berikut.
Ø Aktifkan layer "Bingkai"
(jadikan current layer).
Ø Klik menu Draw > Line. Kita
gunakan line agar tiap sisi peta menjadi satu entitas terpisah untuk memudahkan
proses pembuatan gratikul yang akan dijelaskan setelah ini.
Ø Pada prompt "Specify start
point", ketikkan koordinat kiri bawah peta (293667,9046097) lalu Enter.
Ø Selanjutnya akan muncul promp
"To point:", secara berturut-turut ketikkanlah koordinat-koordinat
kanan-bawah, kanan-atas, dan kiri-atas, dan akhirnya ketikkan
Lihatlah
gambaran prosedur tersebut seperti berikut ini.
Ø Specify start point :
293667,9046097
Ø To point : 307427,9046162
Ø To point : 307364,9059988
Ø To point : 293600,9059923
Ø To point : C (ENTER)
Bisa jadi di layar kita tidak akan melihat gambar apa
pun. Jika hal ini terjadi, penyebabnya karena posisi layar pada kondisi
standard dengan pojok layar sekitar 0,0. Sedangkan gambar yang kita buat jauh
di sebelah atas. Untuk menampakkan apa yang telah kita gambar, lakukan Zoom
> Extent.
Dengan langkah 1 hingga 4 di atas, kita sudah membuat bingkai peta, yang dalam hal ini kebetulan bukan berbentuk persegi. Pada peta rupa bumi Bakosurtanal, garisgaris yang digambarkan secara penuh adalah garis gratikul, yakni garis lintang dan bujur (pada peta tergambar sebagai garis tipis warna biru), tergambar tiap jarak 1 menit. Jika kita menggunakan garis-garis ini sebagai referensi kalibrasi digitizer, kita harus menghitung terlebih dahulu koordinatnya dalam sistem UTM dengan hitungan transformasi koordinat. Grid dengan koordinat metrik (UTM) iinformasikan hanya sebagai tik (sepotong garis kecil) pada sisi-sisi peta, tiap jarak 1000 m. Pada peta tik ini digambar dengan garis hitam. Angka-angka absis ditampilkan pada sisi bawah, sedangkan angka-angka ordinat pada sisi kanan. Pada peta asli, kita dapat menghubungkan tik-tik tersebut dengan pensil, sehingga diperoleh grid dalam sistem koordinat UTM. Untuk lembar peta 1707: 334, Tabanan, grid paling bawah kiri mempunyai koordinat 294000, 9047000. Grid lain berjarak linear 1000 m arah kanan dan 1000 m arah atas. Pada gambar digital, kita akan menggambarkan grid-grid ini tidak dalam garis penuh, melainkan dalam bentuk cross grid (tanda plus). Caranya seperti langkah-langkah berikut.
Dengan langkah 1 hingga 4 di atas, kita sudah membuat bingkai peta, yang dalam hal ini kebetulan bukan berbentuk persegi. Pada peta rupa bumi Bakosurtanal, garisgaris yang digambarkan secara penuh adalah garis gratikul, yakni garis lintang dan bujur (pada peta tergambar sebagai garis tipis warna biru), tergambar tiap jarak 1 menit. Jika kita menggunakan garis-garis ini sebagai referensi kalibrasi digitizer, kita harus menghitung terlebih dahulu koordinatnya dalam sistem UTM dengan hitungan transformasi koordinat. Grid dengan koordinat metrik (UTM) iinformasikan hanya sebagai tik (sepotong garis kecil) pada sisi-sisi peta, tiap jarak 1000 m. Pada peta tik ini digambar dengan garis hitam. Angka-angka absis ditampilkan pada sisi bawah, sedangkan angka-angka ordinat pada sisi kanan. Pada peta asli, kita dapat menghubungkan tik-tik tersebut dengan pensil, sehingga diperoleh grid dalam sistem koordinat UTM. Untuk lembar peta 1707: 334, Tabanan, grid paling bawah kiri mempunyai koordinat 294000, 9047000. Grid lain berjarak linear 1000 m arah kanan dan 1000 m arah atas. Pada gambar digital, kita akan menggambarkan grid-grid ini tidak dalam garis penuh, melainkan dalam bentuk cross grid (tanda plus). Caranya seperti langkah-langkah berikut.
Ø Aktiflkan layer GRID.
Ø Klik menu Draw > Polyline atau
(Line).
Ø Pada perintah "Specify start
point":, dengan mouse (atau digitizer) klik di sembarang tempat pada
layar.
Ø Berikutnya, pada perintah "To point:"
ketikkan @375<0 lalu Enter, dan sekali lagi akhiri dengan Enter.
Ø Lakukan hal yang sama sekali lagi.
Namun pada langkah ketiga, ketikkan @375<90.
Namun pada langkah ketiga, ketikkan @375<90.
Ø Geser (dengan perintah Move) salah
satu garis tersebut ke garis lainnya sedemikian hingga titik tengah kedua garis
bertemu. Gunakan alat bantu osnap "mid".
Ø Gunakan perintah Block, jadikan
tanda silang tersebut sebagai block dengan nama GRID.
Kalibrasi
digitizer
Kita sekarang akan melakukan kalibrasi, yakni
mengorientasikan digitizer sesuai dengan koordinat peta. Digitizer yang kita
gunakan adalah minimal ukuran Al, sehingga seluruh muka peta dapat masuk ke
muka digitizer tersebut. Titik kontrol yang akan kita gunakan adalah
pojok-pojok peta dan satu titik grid di tengah peta. Ikutilah langkah-langkah
berikut.
Ø Gunakan menu Tool > Tablet >
Calibrate.
Ø Pada baris perintah akan muncul
"Digitize point #1:". Posisikan pointer igitizer secara cermat
persis di atas pojok kiri-bawah peta. Setelah benar-benar pas, tekan tombol OK
pointer.
Ø Pada perintah "Enter coordinates
for point #1:", ketlkkan angka 293667,9046097 (ENTER).
Ø Lanjutkan langkah tersebut untuk
titiktitik pojok kanan-bawah, kanan-atas dan kiri-atas, serta salah satu grid
di sekitar tengah peta, lalu tekan Enter untuk mengakhiri.
Digitasi
garis
Setelah proses kalibrasi, kini kita siap untuk
"menjiplak" semua detail peta satu per satu ke layar monitor. Inilah
proses digitasi.
Untuk detail garis, seperti sungai, jalan, batas
vegetasi, batas perkampungan, garis pantai dan sebagainya, kita harus melakukan
tracing garis-garis tersebut.
Misal :
Misal :
Ø Aktifkan layer
"Jalan_Arteri".
Ø Kita akan mendigitasi garis jalan
dengan polyline 2D. Oleh karena itu, klik menu Draw > Polyline.
Ø Pada perintah "Specify start
point", tempatkan pointer pada titik awal salah satu sisi jalan arteri,
klik tombol OK pointer.
Ø Selanjutnya pindahkan ke titik 2, 3,
dan seterusnya, klik OK pada setiap titik.
Setelah langkah-langkah di atas, di layar akan
tergambar ruas jalan yang baru saja didigitasi (jalan arteri sisi kanan jalan).
Oleh karena kedua sisi jalan paralel, untuk sisi lainnya dapat di-offset dari
sisi yang baru digambar.
Ø Klik menu Modify > Offset.
Ø Pada pilihan "Specify offset
distance or [Through]" pilih Through dengan mengetikkan T lalu Enter atau
cukup tekan Enter karena posisi standard pilihannya adalah Through.
Ø Pilih objek garis jalan pada saat
muncul "Select object to offset".
Ø Pada prompt "Specify through
point", tempatkan pointer digitizer tepat pada sisi kid jalan, lalu klik
OK.
Ø Tepat di posisi tersebut mestinya
akan tergambar sisi kiri jalan yang paralel dengan sisi kanannya. Untuk
mengakhiri perintah offset, tekanlah Enter.
Dua sisi jalan telah tergambar. Sekarang akan kita
coba untuk menggambar ruas jalan lokal yang menyambung ke jalan arteri
tersebut. Caranya:
Ø Aktifkan layer "Jalan_Lokal".
Ø Klik menu Draw > Polyline.
Ø Pada prompt "Specify start
point", untuk menyambung tepat ke ruas jalan arteri, gunakan osnap
"nearest".
Ø Teruskan digitasi jalan lokal
tersebut dengan menelusurinya. Sisi jalan sebelahnya boleh di-offset.
Penjiplakan
digitasi dengan autocad
Untuk lebih memahami perangkat ini dari dasar
printah-perintah yang sering dipakai dalam digitasi peta di antaranya:
Ø Line/Polyline, extension atau
perpanjangan garis atau obyek, Hatch, layer, copy, move,distant dan lainnya
yang sering dipakai dalam digitasi peta. Namun tidak semua perintah yang ada
dalam menu toolbar sering dipakai dalam digitasi ini. Memulai dengan AutoCAD
Ø Untuk mengoperasikan perangkat lunak
CAD untuk pertama kalinya buka file dan pilihlah perintah New
Ø Karena dalam digitasi peta merupakan
kegiatan menjiplak peta atau memperbarui peta yang ada dengan
penambahan-penambahan obyek yang ada. Dengan terlebih dahulu peta yang ada
discanner maka peta dapat dibuka dalam aplikasi CAD dengan mengklik perintah
toolbar yang ada dibagian atas yaitu perintah Insert selanjutnya klik perintah
Raster Image selanjut browser file peta hasil scanner maka akan muncul di layar
di CAD itu sendiri - Namun harus jadi catatan bahwa peta hasil scanner itu
harus diskalakan sesuai ukuran asli dipeta, dengan mengetik perintah dengan
langkahlangkah sebagai berikut:
1. Command
2. Select obyek : Peta hasil
scanner
3. Select obyek ; spesify base
point
4. Spesify scale factor or (Reference)
5. Spesify reference length
6. Spesify new length
Teknik Konversi Data Analog ke
Data Digital dalam kartografi digital
Perkembangan teknologi telah membawa
dampak terhadap berbagai disiplin ilmu, termasuk bidang kartografi. Sebagai
ilmu dan seni tentang pembuatan peta termasuk kajiannya sebagai dokumen ilmiah
maupun karya seni, perkembangan teknologi khususnya teknologi komputer telah
memacu perkembangan kartografi yang kemudian memunculkan istilah kartografi
digital. Secara sederhana, kartografi digital dapat diartikan sebagai
penggunaan teknologi komputer dalam ilmu kartografi (Robinson et all, 1995)
Teknologi komputer sangat membantu
kartografer dalam melaksanakan tugasnya, seperti: desain peta (map design),
desain simbol (symbol design), isi peta (map content), tata letak
peta (map lay-out), dan generalisasi (generalization). Komputer
memberikan suatu alternative yang bersifat mutakhir dalam metode pembuatan peta
dibandingkan dengan metode manual dan fotomekanikal. (Robinson et all, 1995).
Pembuatan peta dengan memanfaatkan
teknologi komputer, dalam prakteknya, masih tetap memanfaatkan peta-peta manual
yang merupakan produk dari kartografi “tradisional”. Melalui proses yang bisa
disebut sebagai proses digitalisasi, peta-peta manual (analog) dikonversi
menjadi layer-layer data digital yang menjadi “bahan” pembuatan peta digital.
Hasil dari proses digitalisasi,
yaitu data digital, dapat disimpan dalam dua format yang berbeda yaitu raster
dan vector. Kedua format data digital tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan, namun perkembangan teknolog telah memungkinkan konversi dari kedua
format dilakukan dalam waktu yang cepat sehingga perbedaan antara keduanya
tidak perlu dipermasalahkan. Pembahasan yang ada dalam praktikum ini dibatasi
pada data digital dalam format vector.
Proses konversi data analog menjadi
data digital, seiring dengan perkembangan perangkat keras dan perangkat lunak
komputer, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Secara garis besar proses
konversi dari data analog menjadi data digital dapat dibedakan menjadi dua cara
yaitu: cara manual dan automatis. Cara manual (ada yang menyebut sebagai cara
manual konvensional) umumnya dilakukan dengan bantuan suatu interface
yang biasa disebut digitizer. Adanya alat yang disebut dengan scanner,
memungkinkan cara manual dilakukan tanpa menggunakan digitizer tapi
dengan suatu teknik yang disebut digitasi on screen (disebut pula head
up digitizing technique). Scanner, dengan bantuan perangkat lunak tertentu,
juga memunculkan suatu teknik digitasi secara automatis (automated
digitizing technique).
Teknik konversi data dari analog
menjadi data digital seperti diuraikan di atas, masing-masing tentu mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang ada pada satu teknik dapat digunakan
untuk menutupi kekurangan pada teknik yang lain. Penguasaan terhadap teknik-teknik
tersebut akan memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi dalam proses konversi
data analog menjadi data digital dengan mempertimbangkan alat yang tersedia.
Digitasi on screen yang dilakukan dapat menggunakan software map info, ataupun
melakukan digitasi automatis dengan software R2V.
2. Desain dan
penentuan jenis simbol dalam kartografi digital
Peta sebagai suatu produk kartografi
dapat menyajikan berbagai karakteristik geografis yang penting dengan cara yang
mudah dimengerti, menarik dan efisien. Cara dan proses dalam penyajian tersebut
yang disebut dengan simbolisasi/ Symbolization (Robinson et all, 1994).
Sesuai dengan istilahnya, maka salah satu proses penting dalam simbolisasi
adalah desain simbol itu sendiri.
Desain simbol dalam kartografi pada prinsipnya
dilakukan dengan memperhatikan dua aspek penting yaitu tingkatan data (level
of measurement) dan dimensi datanya (dimensionality). Dimensi data
secara geografis dapat dibedakan menjadi tiga yaitu dimensi nominal, ordinal,
interval, dan rasio. Berdasarkan dua aspek penting tersebut (level of
measurement dan dimensionality) akan diperoleh data dengan banyak
kombinasi, sehingga diperlukan lebih dari satu unsur untuk membuat simbolnya
Unsur-unsur yang digunakan dalam
mendesain simbol dikenal dengan sebutan variabel visual. Dalam kartografi
“konvensional” ada 6 variabel visual yang digunakan dalam mendesain simbol,
yaitu : bentuk (shape), ukuran (size), kepadatan (density),
arah (orientation), nilai (value), dan warna (colour).
Satu variabel visual dapat ditambahkan yaitu lokasi atau posisi, sehingga ada 7
variabel yang dapat digunakan.
Secara sederhana, desain simbol
dapat dimulai dengan memperhatikan dimensi data yang akan disajikan (titik,
garis, area), simbol yang akan digunakan harus sesuai dengan dimensi datanya.
Bentuk simbol yang telah ditentukan, selanjutnya dapat digambarkan dengan dua
cara yaitu abstrak dan piktorial. Pertimbangan selanjutnya adalah tingkatan
data (nominal, ordinal, interval, rasio) dan sifat datanya (qualitatif,
quantitatif). Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, sebagai
contoh, dapat ditentukan bahwa simbol yang akan dibuat adalah simbol titik yang
digambarkan secara abstrak mewakili data yang sifatnya kualitatif dan tingkatan
datanya nominal. Simbol tersebut selanjutnya diwujudkan dengan bantuan variabel
visual. Gambar berikut merupakan contoh simbol yang didesain menurut dimensi,
variabel visual, dan persepsi untuk simbol abstrak.
Penggunaan komputer dalam pemetaan
digital, memungkinkan bertambahnya variabel visual yang digunakan untuk
mendesain simbol. Dengan komputer, variabel visual warna dapat dibedakan lagi
berdasarkan dimensi dari warna itu sendiri yang tersusun dari Hue, Brightnes,
dan Saturation. Dengan bertambahnya variabel visual yang dapat
digunakan, variasi simbol yang dapat dibuat akan semakin banyak.
3. Proses generalisasi
Proses generalisasi dalam pembuatan
peta yaitu pemilihan dan penyederhanaan elemen-elemen pada peta. Generalisasi
muncul karena bertambahnya kepadatan isi peta oleh reduksi skala dan terbatasnya
kemampuan mata dalam melihat ukuran minimum pada peta. Generalisasi berkaitan
erat dengan skala peta dan tujuan pembuatan peta. Pada dasarnya, generalisasi
dikelompokkan menjadi dua, yaitu generalisasi geometrik (penyederhanaan bentuk)
dan generalisasi konseptual (penyederhanaan subyek yang dipetakan). Aspek
generalisasi terdiri dari pemilihan, penyederhanaan, penghilangan, pembesaran,
pergeseran tempat, menitikberatkan, kombinasi, dan klasifikasi. Sedangkan cara
generalisasi dapat dilakukan secara langsung pada peta yang telah dikecilkan,
peta asli sebelum dikecilkan, atau dengan skala perantara.
4. Layout peta dalam
kartografi digital
Sebagai bagian dari karya seni,
tampilan suatu peta memiliki arti yang penting. Tampilan yang bagus akan menarik
pembaca peta untuk melihat dan selanjutnya berusaha mengetahui isi dari peta
yang kita buat, sehingga tujuan dari pembuatan peta itu sendiri, yaitu
memberikan informasi yang bereferensi spasial dapat tercapai.
Tampilan peta atau yang lebih
dikenal dengan tata letak (lay-out) peta. Pada dasarnya, lay-out adalah
cara penempatan unsur yang dipetakan beserta unsur-unsur kartografis lainnya.
Unsur-unsur kartografis lain yang dimaksud adalah judul peta, skala peta,
legenda/ keterangan tentang isi peta, petunjuk lokasi peta (inzet), dan
unsur penting lainnya. Penempatan unsur-unsur tersebut beserta dengan isi peta,
selain memperhatikan faktor estetika juga harus memperhatikan faktor kemudahan
bagi pembaca untuk memahami isi dari peta.
Penggunaan komputer dalam kartografi
sangat membantu kartografer untuk merancang tata letak peta. Perubahan terhadap
suatu hasil rancangan dapat dilakukan dengan cepat sehingga desain yang menarik
pun lebih mudah dihasilkan.
5. Diseminasi hasil dalam
kartografi digital
Diseminasi hasil pemetaan memegang
peranan penting dalam kaitannya dengan penyediaan informasi bereferensi
spasial. Peta yang telah dihasilkan, akan berkurang artinya apabila tidak
disebarluaskan kepada para penggunanya. Cara penyebarluasan hasil pemetaan
digital telah berkembang pesat dengan tersedianya berbagai media penyimpan
berkapasitas besar (compact disk, optical magneto disk, dll) dan adanya
jaringan internet.
Pada umumnya, peta dibuat untuk
diperbanyak (duplicated) dan disebarluaskan pada penggunanya. Duplikasi
dalam rangka diseminasi hasil pemetaan dalam kartografi digital memiliki
fleksibilitas yang tinggi karena hasilnya berupa file digital. Setidaknya ada 3
(tiga) cara diseminasi hasil pemetaan digital yang dapat dilakukan, yaitu: (1)
menggunakan hasil cetak (print out) peta digital, hasilnya adalah paper
map (hardcopy map), (2) menggunakan media penyimpan berkapasitas
besar untuk menyimpan file peta digital (softcopy), dan (3) menggunakan
media internet.
Diseminasi hasil pemetaan digital
yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, selain mempunyai kelebihan tentu
memiliki kelemahan juga. Kemudahan untuk membuat salinan (copy) file
peta digital, kemudahan untuk melakukan perubahan terhadap peta digital. Di
lain sisi, memberikan peluang terhadap pelanggaran hak cipta (Intellectual
Property Right) atas suatu produk pemetaan digital. Kelebihan dan
kekurangan yang ada pada suatu penggunaan teknologi harus sejak awal disadari,
sehingga tindakan antisipatif dapat segera dilakukan.
D. Perbedaan Peta Digital dan Peta
Manual
Salah satu perbedaan antara data
dijital dalam SIG dan peta manual adalah dalam kaitannya dengan atribut atau
diskriptif data SIG yang dalam peta manual hanya sebatas berupa legenda peta.
SIG mempunyai beberapa atribut yang penting. Informasi di dalam sistem ini
harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga mempunyai fungsi jika digunakan.
Akses pada informasi di dalam sistem harus diatur dengan baik dan secara benar
diperbaharui. Informasi merupakan bagian yang terpenting untuk dapat mengambil
keputusan. Tidak ada keputusan yang benar dapat diambil jika tidak tersedia
informasi yang memadai sedangkan informasi yang salah akan mengakibatkan
keputusan yang salah pula.
Masalah-masalah lainnya yang sering
timbul dalam pengembangan database SIG, khususnya dalam masa transisi dari
pemanfaatan peta manual ke penggunaan data dijital (SIG) antara lain :
·
Data yang
dibutuhkan untuk membangun basis data dalam dalam suatu SIG biasanya tidak
bersumber hanya pada satu institusi pembuat data dan biasanya tersebar pada
berbagai macam institusi baik yang berupa data yang masih mentah maupun data
yang sudah diolah dalam bentuk informasi.
·
Penyebaran
data yang terdistribusi pada berbagai macam institusi, kadang-kadang
menimbulkan permasalahan tersendiri berupa :
1.
sulitnya
memperoleh data yang dibutuhkan (proses perijinan)
2.
konsistensi
data yang tidak terjaga antara satu institusi dengan institusi lainnya.
3.
ketidaksesuaian
definisi dari setiap data yang digunakan antara institusi penyedia atau pembuat
data dengan pengguna data dan sebagainya.
DATA
SHARING
Penggunaan SIG secara optimal
tergantung pada kebutuhan para pemakai, sehingga persyaratan kebutuhan pemakai
sangat penting untuk diperhitungkan dalam pembentukan basis data dan
pengembangan perangkat lunaknya. Secara ekonomis SIG dinilai berhasil apabila
dapat dimanfaatkan oleh berbagai macam pemakai. Kunci keberhasilan dari
pengembangan SIG adalah apabila basis data telah digunakan bersama oleh para
pemakai (Suharto, 1989). Oleh karena itu tentunya akan mendukung koordinasi
lintas sektoral dalam pemanfaatan sumberdaya lahan untuk kepentingan
pembangunan.
Hal khusus yang patut mendapat
perhatian pada saat ini ialah konsepsi sharing data antara satu instituai
dengan institusi lainnya. Ini tidak hanya berarti membagi data yang ada pada
satu institusi kepada institusi lainnya. Menurut Akbar (1995) masalah yang
sering dihadapi saat ini di Indonesia, ialah adanya perbedaan persepsi mengenai
suatu jenis data antara institusi pembuat data (peta) dan institusi pengguna
data (peta). Data (peta) yang dihasilkan oleh pembuatnya seringkali tidak
sesuai dengan kebutuhan institusi penggunanya, dilain pihak institusi pengguna
tidak mempunyai “wewenang” dalam membuat data (peta)nya sendiri. Sehingga
seringkali “blow-up” peta (data) menjadi solusi yang sering digunakan yang
tentu saja tidak tepat dalam rangkaian proses analisis.
Pada bagian lain Akbar (1995)
mengungkapkan bahwa, aplikasi SIG pada beberapa instansi/Unit/departemen yang
menerapkan konsepsi sharing data akan mendapatkan keuntungan ekonomi secara
nyata (tangible) dalam artian pengiritan biaya, peningkatan produktivitas
(sebesar 25% - 75% dibandingkan sistem manual) dan menghindari duplikasi dari
suatu fungsi.
Salah satu keuntungan ekonomi tidak
langsung adalah peningkatan kualitas koordinasi yang didasarkan pada definisi
yang sama berkaitan dengan aspek lokasi (ruang).
Dengan memahami pengertian bahwa SIG
adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk me-manage dan menganalisis
data yang dapat ditunjukkan atau digambarkan pada peta dan pengertian sharing
data sebagai penggunaan yang sama oleh dua atau lebih organisasi/institusi,
maka yang disebut dengan sharing data dalam SIG adalah penggunaan data yang
sama yang dapat ditunjukkan atau digambarkan pada peta oleh dua atau lebih
institusi.
P E T A
Peta dapat didefiniskan sebagai
suatu alat penyajian secara grafis tentang penyebaran kenampakan-kenampakan
geografis atau fenomena yang ada pada permukaan atau di dalam bumi. Pengertian
kata spasial adalah mengacu kepada ruang suatu wilayah geografis tertentu.
Informasi spasial juga bisa diartikan sebagai geoinformasi yang bentuk
penyajiannya berupa peta (Suharto, 1989). Informasi tentang data spasial dapat
berupa informasi sumberdaya lahan (batuan, tanah, hutan, air, mineral), sumberdaya
sosial (penduduk), sumberdaya ekonomi, dll. Data spasial yang ada dalam peta
mengandung informasi tentang daerah yang disajikan, yaitu informasi tentang
posisi geografis pada permukaan bumi, hubungan antara berbagai kenampakan,
jenis dan nama kenampakan, dll.
Peta Topografi, Peta Tematik
dan Peta Dasar
Jenis peta secara garis besar hanya
ada dua. Peta topografi dan peta tematik. Peta topografi bersifat umum sehingga
penyajiannya tidak menonjolkan satu aspek, sedang pada peta tematik
penyajiannya dengan menonjolkan tema/topik sesuai dengan judul peta itu
sendiri. Misalnya, penyajian jenis jalan di peta topografi tidak menonjol
antara satu ruas jalan dengan ruas jalan lain yang jenis jalannya berbeda, ruas
jalan tersebut di peta topografi juga tidak lebih menonjol dibandingkan dengan
–misalnya- pola aliran sungai. Tetapi di peta tematik tentang –misalnya- status
jalan, ruas jalan yang statusnya berbeda akan tampak ditonjolkan dibandingkan
dengan aspek lainnya.
Peta dasar merupakan dasar untuk
memetakan informasi spasial sehingga informasi-informasi tersebut, baik secara
relatif maupun absolut menempati lokasi geografis yang benar. Peta dasar dapat
berupa peta topografi secara lengkap atau sudah dikurangi informasinya agar
tidak rancu dengan informasi tematiknya. Peta topografi yang sering digunakan
sebagai peta dasar dalam pembuatan peta tematik sudah standar, baik dalam
ukuran kertasnya, luas liputannya, maupun penyajian aspek kartografi lainnya.
Peta tematik itu sendiri merupakan suatu peta yang menyajikan informasi khusus
yang mempunyai satu tema. Peta tematik banyak sekali macamnya, seperti peta
sistem lahan, peta penggunaan lahan, peta tanah, peta geologi, peta penyebaran
jumlah penduduk, dll.
Skala Peta
Di dalam membaca peta, perlu
diketahui karakteristiknya dalam hal skala, resolusi, proyeksi, dan areal
cakupan. Skala peta adalah angka pengecilan yang digunakan untuk dapat
menyajikan sebagian permukaan bumi di atas peta. Skala peta dirumuskan sebagai
perbandingan antara jarak di peta dengan jarak di permukaan bumi. Penentuan
skala tergantung dari informasi dan besar daerah yang akan dipetakan. Suatu
peta berskala besar, misalnya 1:5000, akan menyajikan tampilan-tampilan sangat
detil akan tetapi cakupannya akan kecil. Sebaliknya pada peta berskala kecil, misalnya
1:250.000, akan menyajikan daerah yang luas tetapi informasinya kurang detil
karena angka perkecilannya besar.
Tingkat ketelitian dari suatu peta
dinyatakan dengan resolusi peta, yang berkaitan dengan skala. Pada peta skala
besar, resolusi dari tampilan mendekati keadaan sebenarnya. Semakin kecil skala
peta, resolusinya semakin rendah. Tingkat resolusi peta berhubungan dengan
tingkat generalisasinya.
Dalam hal mempermudah pemetaan,
daerah permukaan bumi yang akan dipetakan dibagi-bagi ke dalam daerah cakupan
peta, yang dinyatakan dalam lembar-lembar peta. Lembar peta disusun dalam
bentuk empat persegi panjang yang ukurannya tergantung dari beberapa faktor,
seperti kemudahan pemakaian, ukuran mesin cetak, printer/plotter, dll.
Jenis skala ada tiga, skala numeric
berupa angka (misalnya 1:1.000.000), skala batang berupa grafik yang
digambarkan dalam ukuran di peta dengan keterangan ukuran sebenarnya di
permukaan bumi. Dan satu lagi yang jarang digunakan adalah skala tekstual, yang
bentuknya, misalnya : “skala satu dibanding satu juta”.
Karena dibatasi oleh skala dan proyeksi, maka peta
tidak akan pernah selengkap dan sedetail aslinya. Ada penyederhanaan dan
pemilihan unsure yang disajikan. Hanya peta dengan skala 1:1 yang benar.
Proyeksi Peta
Proyeksi peta adalah suatu sistem
penyajian permukaan bumi pada bidang datar, dua dimensi. Karena bentuk bumi
adalah ellipsoida, maka informasi dalam peta yang berupa bidang datar akan
mengalami perubahan atau distorsi, yaitu pada bentuk, luas, jarak atau arah. Dari
segi distorsi dapat dikatakan bahwa ada sistem proyeksi yang paling baik untuk
suatu penggunaan tertentu. Oleh karena itu, ada sistem proyeksi yang hanya
dapat secara teliti menyajikan luas sebenarnya, yang disebut proyeksi tepat
luas atau equal area.
Suatu jenis proyeksi yang dapat
secara teliti menyajikan bentuk tampilan sebenarnya disebut proyeksi tepat
bentuk atau conformal. Biasanya proyeksi conformal juga menyajikan secara
teliti tentang arah (atau sudut) relatif antara tampilan-tampilan. Suatu proyeksi
yang dapat menyajikan secara teliti tentang jarak antara dua titik di peta
disebut proyeksi tepat jarak atau equidistant. Proyeksi yang dengan teliti
dapat menyajikan arah atau azimuth antara titik-titik di peta dengan titik
pusatnya disebut proyeksi arah azimuthal.
Informasi geografis yang disajikan
dalam bidang proyeksi peta adalah berdasarkan pada garis lintang dan bujur
(meredian). Besaran-besaran tersebut merupakan besaran sudut yang diukur dari
pusat bumi ke titik di permukaan bumi. Garis lintang diukur ke arah utara dan
selatan, sedangkan garis bujur ke arah timur dan barat. Garis-garis bujur
berawal dan berakhir di kutub utara dan kutub selatan.
Data dalam SIG sebaiknya digambarkan
dengan menggunakan proyeksi yang sama. Suatu SIG biasanya mendukung beberapa
sistem proyeksi dan mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan satu proyeksi
ke sistem proyeksi lainnya. Sistem proyeksi yang paling umum dipakai dalam
pemetaan adalah sistem UTM (Universal Transverse Mercator). Sistem proyeksi UTM
adalah sistem koordinat bidang yang didasarkan pada system transverse mercator.
Proyeksi dalam sistem ini permukaan bumi dibagi menjadi 60 zone yang
masing-masing ‘selebar’ 6 derajat pada garis bujur (longitude). Setiap zone
dinomori, kemudian dilakukan pembagian setinggi 8 derajat pada garis lintang
(latitude) yang diberi dengan kode huruf.
Dalam proyeksi UTM, Provinsi
Kalimantan Timur yang sebagian besar wilayahnya ada di antara 114 0’ 0” BT
sampai 120 0’ 0” BT dan 8 0’0” LU sampai 8 0’ 0” LS masuk dalam zone UTM 50,
untuk wilayah Kalimantan Timur yang ada di bawah katulistiwa (equator - 0 0’ 0”
LU/LS) sampai dengan 8 0’ 0” LS zone UTM 50M (50 South/Selatan), sedang yang
berada di sebelah utara equator sampai dengan 8 0’ 0” LU masuk dalam zone UTM
50N (50 North/Utara).
RASTER DAN
VEKTOR
Format data yang diolah dalam SIG
dapat berupa data vector (mempunyai nilai arah, koordinat, dan warna yang
resolusinya dalam SIG tergantung skala peta masukan) dan raster (berupa grid
yang resolusinya tergantung pixel - picture element, nilai dari data raster
tergantung pada pixel, koordinat pixel dan intensitas warna). Data vector dapat
berasal dari hasil pengukuran di lapangan, baik melalui GPS maupun theodolith,
atau digitasi dari peta, sedang data raster antara lain berupa citra satelit,
foto udara, atau hasil scanning.
E. Peta Zaman Dahulu dan Peta Sekarang
Teknologi
pemetaan yang ada dahulu amat berbeda dengan yang ada pada masa kini. Jika kita
beranjak keluar dari masa Idrisi dan Gerardus Mercator (pada masa dimana alat
ukur teodolit sudah ada), maka akan terlihat perbedaan mencolok antara
keduanya. Dahulu, dengan menggunakan teodolit, sorang juru ukur melakukan
pengukuran suatu area dengan terjun langsung menembus belantara yang ganas
sehingga untuk menghasilkan peta memerlukan waktu yang cukup lama. Belanda yang
dahulu pernah menjajah Negara kita adalah sedikit dari salah satu para jago
dalam hal teknologi pemetaan pada saat itu. Kita pun beruntung karena
peninggalan titik kontrol peta masih ada dan bahkan dipakai juga oleh kita
hingga kini.
Selain
melakukan pengukuran triangulasi dari titik-titik kontrol yang sudah
ditentukan, para juru ukur juga harus melakukan pemetaan garis kontur,
toponimi, jalan, sungai, serta kondisi permukiman pada saat itu. Tak terbayang juga
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan selembar peta yang sudah
jadi. Sehingga tak heran jika peta yang dihasilkan adalah informasi yang sangat
berharga karena memuat informasi keadaan alam yang ada pada saat itu.
Saat ini dengan berkembangnya
teknologi pemetaan seperti GPS tentunya mempercepat proses dalam proses
pembuatan peta dengan ketelitian yang tak jauh beda jika dikerjakan dengan cara
manual. Teknik pemetaan pun beralih, dari teknologi intip-intip melalui
teodolit menuju teknologi pencet-pencet melalu alat GPS. Saat ini teknologi GPS
untuk keperliuan navigasi sudah menghasilkan ketelitian hingga 5 meter
sedangkan untuk geodetic bahkan mencapai tingkat ketelitian hingga sentimeter.
Konon, sistem GPS militer milik Amerika sudah memiliki tingkat ketelitian
hingga millimeter namun tertutup dan rahasia.
Sistem dulu
dan sekarang
Antara pemetaan dahulu dan sekarang,
sama-sama memuat informasi geografis. Yang membedakan adalah sistemnya. Dahulu
data-data peta disimpan secara manual hingga berlembar-lembar banyaknya. Selain
memenuhi ruangan, lembaran peta pun berpotensi rusak karena pengaruh cuaca atau
lapuk karena umur. Berbeda dengan saat ini dimana informasi peta disimpan dalam
format digital atau terkomputerisasi. Jika kita melakukan perbandingan waktu
untuk melakukan reproduksi peta masa lalu dengan masa kini maka akan didapat
perbedaan waktu yang signifikan prosesnya. Produksi peta yang sudah tersimpat
dalam sistem komputer akan memungkinkan reproduksi dan manipulasi peta berjalan
jauh lebih cepat dibandingkan dengan cara manual.
Sistem Informasi Geografis (SIG)
atau GIS (Geographical Information System) inilah yang menjadi basis sistem
dalam pengelolaan data geografis yang mencakup penyimpanan, pengolahan,
manipulasi, dan pengeluaran dalam bentuk peta yang tersusun dalam sistem
berbasis komputer. Saat ini teknologi GIS yang juga kerap disandingkan
bersamaan dengan Remote Sensing, amat pesat perkembangannya antara lain karena
sifatnya yang multi guna di berbagai bidang (multisiplin). GIS bisa menjamah
bidang-bidang seperti militer, pertanian, kehutanan, kependudukan, perkebunan,
arkeologi, kesehatan, dan masih banyak lagi bidang yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar