wah pembahasan kali ini agak menarik, kali ini kita akan bahas mengenai paham region dan pendekatan regional. yuukkk baca.
semoga bermanfaat ya
semoga bermanfaat ya
PAHAM REGION DAN PENDEKATAN REGIONAL
A. Paham Region dan Perkembangan Geografi Regional
Rintisan kajian regional telah dimulai oleh
Strabo pada masa geografi Yunani, kajian regional juga termuat dalam
karvanVareniusbyang terbit pada pertengahan abad ke-17. Paham regional konsep
regional secara formal baru dikembangkan kemudian oleh Alfred Hattner
(1895-1942) di Jerman, Vidal de la Blache (1845-1918) di Prancis, dan lebih
kemudian lagi oleh Richard Hartshorne di Amerika Serikat.
Di Jerman Alfred Hattner untuk pertama
kalinya pada tahun 1905 dan kemudian secara lebih lengkap pada 1927 menegaskan
kedudukan studi regional dalam geografi.
Pada Dunia I merupakan priode yang subur bagi
persemaian regional. Pengalaman orang
menjadiakn para geografiwan lebih mendalam aspek-aspek dari pada mempelajari
geomorfologi.
1. Konsep
landschaft menurut Hattner
Menurut
Hattner landschaft adalah bagian
permukaan memberikan gambaran individualitas tersendiri dan meliputi keadaan
alamnya beserta isinya yang terdiri atas tumbuhan, hewan, dan manusia yang
menghuninya. Kemudian manjadi dasar bagi uraian daerah-daerah maka 1 dengan
nama laderkunde yang dalam bahasa
Belanda disebut seachjiving, dan
dalam bahasa Inggris dinamakan regional
geografi . Hattner masih mengikuti jejak Von Richthofen yang memandang
tugas utama geografi ialah membuat pelukisan (deskripsi) tentang permukaan
bumi.
Untuk
memudahkan perbandingan tentang daerah satu dengan yang lain, Hattner
menyarankan dipakainya suatu bagan terkenal sebagai bagan. Bagan Hettner
meliputi unsure-unsur yang perlu dipelajari berturut-turut tentang:Letak, luas,
perlikuan horizontal (bentuk wilayah), perlikuan vertical (relief), susunan
geologi, geomorfologi, Keadaan agrogeografi, iklim, Gejala irigasi, vegetasi,
hewan, manusia ( mengenai jumlah, penyebaran, cara menatap, kebudayaannya baik
material maupun rohani).
Bagan
tersebut memiliki keuntungan dan kekurangan untuk membuat uraian tentang suatu
wilayah.
Keuntungannya
meliputi antara lain:
1) Telaah
dapat dilakukan secara sistematis.
2) Bagan
uraian sistematis unsur demi unsur telaah mendalam untuk flap unsur dapat dilakukan secara
leluasa.
3) Dengan
membuat telaah berdasarkan unsur-unsur yang sama yang terdapat pada bagan
pembandingan akan lebih mudah dilakukan untuk mengetahui keadaan kemiripan,
perbedaan dan keunikan wilayah-wilayah di muka bumi.
Sedangkan
kelemahannya antara lain:
1)
Uraian pembahasan (telaah)
terkadang menjadi kaku.
2)
Dengan uraian sistematis
mengikuti bagan tersebut uraian terpadu yang mudah member gambaran karakteristik
atau keunikan wilayah sukar dicapai.
3)
Uraian sistematis dengan
mengikuti system bagan yang demikian tampak sebagai telaah yang bersifat
inventarisasi yang atomistis.
Kelemahan
lain dalam pemakaian system bagan untuk uraian geografi regional, khususnya
bagi geografi untuk sekolah, ialah terdapatnya kecenderungan membatasi pada
satuan wilayah politik.
2. Pandangan
Regional menurut Vidal deBlache
Menurut
Vidal sasaran utama geografi de vie’ yang karakteristiknya peradaban (siviisasai) atau kebudayaan mania
(penduduk yang hutan) dan kedua oleh kemungkinan-kemungkinan lingkungan peta
pengaruhnya atas aktivitas manusia-manusia dengan kebudayaan.
Faktor-faktor
penting yang berpengaruh atas timbulnya keanekaragaman di samping keadaan alam
meliputi juga fackor-faktor aksial dan sejarah, factor ekonomi, dan juga factor
kerohanian atau kejiwaan.
3. Pandanagan
Regional Menurut Hartshorne
Paham
regional di Amerika dikembangkan oleh Richard Hartshome. Pengembangan geografi
regional di Amerika sedikit banyak agak terhambat oleh adanya bentuk-bentuk
dualism dalam praktek geografi. Dualisme pertama menyangkut pengotakan terpisah
antara geografi fisi dan geografi manusia. Dualisme ini tampaknya bertalian
erat dengan tahapan sejarah perkembangan ilmu alami.
Bentuk
dual dualism memisahkan geografi
fisis dan geografi manusia ditelaah secara kesejarahan oleh Hartshorne,
sedangkan kedudukannya dalam geografi mutakhir dianalisis oleh Edward A.
Ackerman.
B. Sudut Pandang dalam Geografi
Regional
Mathieson mengemukakan lima tahapan sudut
pandang yang telah tumbuh dan dipakai dalam geografi regional, yaitu:
1. Sudut
Pandang yang Bersifat Holistic atau Disebut
Juga Pandangan Kosmografis.
2. Sudut
Pandang yang Bersifat Environmentalis.
3. Sudut
Pandang Posibilis.
4. Sudut
Pandang Probabilis.
5. Sudut
Pandang Voluntaris.
C. Pendekatan dan
Pengorganisasian Kajian Geografi Regional
Biddle berpendapat bahwa pada dasarnya
geografi yang diajarkan di sekolah menengah, terdiri atas geografi sistematis,
geografi topik-topik, dan geografi regional. Pada tingkat sekolah dasar
sekarang garafis lebih umum diberikan tidak sebagai mata pelajaran yang berdiri
sendiri, melainkan dalam pelajaran atau bidang studi ilmu pengetahuan dan ilmu
pengetahuan alam.
1. Kajian
Regional Berdasarkan 10 Unsur Geostrategi Menurut Cressey.
Cressey membagi Asia
dalam enam kawasan besar (realm) atau
subkawasan benua yaitu: Cina, Jepang dan Korea, Uni Sofiet, Asia Barat Daya,
India dan Pakistan, dan Asia Tenggara.
Dalam
langkah-langkah pembahasan, setiap Kawasan besaran begbagi atas beberapa
kawasan pada hierarki di bawahnya yang diberi sebutan provinsi (province). Sedangkan setiap provinsi,
terdiri atas sejumlah kawasan geografis (geographic
region).
Kawasan
besar Cina, Jepang, Korea terbagi atas lima provinsi: Cina Utara, Cina Selatan,
Cina Laurant (Outer China: Mongolia, Sinkiang, Tibet), Jepang, Korea. Sedangkan
provinsi Cina Utara meliputi kawasan-kawasan geografis Dataran S. Kuning,
Semenanjung Shantung, Daerah Tanah Los, Dataran Mancuria, Tanah Tinggi Mancuria
Timur, Pegunungan Khingan, Pegunungan Jehal.
Meskipun
Cina. Jepang, Korea dipandang sebagai satu kesatuan kawasan besar, dalam
pembahasan Cina disejajarkan dengan Jepang dan Korea, yang mulai dengan uraian
telaah sistematik. Uraian sistematik Cina meliputi:
a. Prospek
penduduk Cina (warisan budaya, latar belakang kesejarahan, kesatuan politik,
masalah penduduk, kebangkitan nasionalisme, potensi ekonomi, perdangan luar
negeri dan geostrategi).
b. Dasar-dasar
keadaan alam Cina (dasar-dasar keadaan geologi, pola sungai, morfologi, iklim,
vegetasi alami, tanah, sumber feral, prakiraan geografis).
c. Pertanian
di Cina (lahan pertanian dan kaum tani, tataguna lahan di Cina kawasan-kawasan
pertanian).
d. Uraian
regional kawasan-kawasan di Cina Utara, Cina Selatan, dan pendalaman Asia (Cina
Lauran).
Sedang uraian
sistematik mengenai Jepang dan Korea meliputi:
a. Peninggalan
geografis Jepang (lokasi, kerangka geografis, penduduk, ekspansi lewat darat
dan laut, landskap budaya Jepang, wawasan orang Jepang tentang kehidupan).
b. Dasar-dasar
keadaan alam Jepang (bentuk lahan, iklim, hutan, pedalaman tanah dan sumber
mineral).
c. Mata
pencaharian di Jepang (pertanian, perikanan, industry, tunikasi, perdagangan
luar negeri).
d. Uraian
regional kawasan-kawasan di Jepang dan Korea.
Pendekatan
lain yang dilakukan Cressey ialah dengan sepuluh unsur geografis yang dipandang
sangat penting, baik untuk keperluan masa perang maupun dalam rangka upaya
teraan pada masa damai.
Karena itu kesepuluh
unsur itu dapat juga sebagai unsur-unsur geogrategi, yang meliputi: ukuran,
bentuk, keterjangkauan, lokasi, perbatasan, hubungan dengan laut, topografi,
mineral, iklim, penduduk.
2. Kajian
Regional Berdasar Tujuh Topik Kunci Menurut Wheeler Kostbade dan Thomas.
Wheleer,
Kostbade dan Thotnan memandang bahwa karakteristik, keunikan atau corak
individualitas kawasan yang menjadi sasaran kajian geografi regional merupakan
hasil interaksi antara berbagai faktor yang meliputi keadaan lingkungan alam,
penduduk, budaya, dan sejarahnya. Untuk memahami karakteristik kawasan perlu
dikaji secara rinci tujuh topik kunci yang meliputi: Lokasi, penduduk, status
politik atau sejarahnya, lingkungan alami, tipe ekonomi, potensi-potensi,
permasalahan Utama.
D. Pengertian dan Kedudukan
Geografi Regional
1. Teori
dan Prosedur Dalam Mempelajari Region.
Region
merupakan batasannya sendiri maupun berdasar sifat konsepsi intelektual, suatu
satuan (entity) untuk pengarahan
pemikiran, terwujud dengan menyeleksi ciri-ciri tertentu yang relevan terhadap
suatu minat atau masalah kedaerahan, dan dengan mengensampingkan ciri-ciri yang
tidak relevan. Tujuan pertama studi regional ialah untuk mendeskripsikan corak
atau karakteristik daerah-daerah tertentu.
Pernyataaan
umum mengenai ciri-ciri region tidak dikemukakan para geografiwan. Maka untuk
mengatasi kekurangan mengenai hal yang demikian itu James dan Jones mencoba
mengemukakan pertimbangan esensial mengenai ciri atau atribut regiaon, yang
meliputi:
a. Kriteria.
Merupakan
syarat dasar untuk penentuan region.
b. Kategori.
Menggambarkan
golongan berdasar corak dasar mengingat sifat-sifat umum ataupun criteria yang
dipakai.
c. Karakteristik.
Karakteristik
berlaku baik bagi uniform region maupun nodal region.
Untuk
uniform region perlu diperhatikan dua
sifat karakteristiknya, seperti di bawah ini:
1) Uniform region adalah
homogeny, karena setiap bagian daerahnya mengandung sifat (sifat-sifat) yang
dipakai sebagai dasar pembatasannya.
2) Uniform region mengandung variasi tertentu dalam hal
intensitas atau sifat yang dibolehkan menurut kriteria.
Bagi
‘nodal region’ perlu diperhatikan
empat hal, di samping karakteristik yang berlaku bagi region pada umumnya,
yaitu meliputi sebagai berikut:
1) Nodal region adalah
homogeny karena seluruh daerahnya bersesuaian dengan suatu desain integral dalam
hal sirkulasi internal.
2) Nodal
region mengandung satu pusat (fokus)
ada kalanya beberapa buah yang bertugas sebagai titik pusat organisasi.
3) Nodal
region menyangkut suatu pola sirkulasi.
4) Fokus
‘nodal region’ dihubungkan dengan
bagian-bagian daerahnya oleh ikatan-ikatan dengn intensitas dan sifat yang
berbeda.
d. Inti
dan perbatasan.
Pengertian
region sendiri menurut Komisi di Amerika yang dipimpin Derwent Whittlesay
mengandung pengertian:
1) Suatu
daerah dengan ukuran tertentu (bias besar bias kecil).
2) Daerah
bersifat homogeny berdasar criteria tertentu.
3) Dapat
dibedakan dari daearh sekitarnya oleh adanya suatu jenis ikatan khusus secara
kedaerahan (ada internal cohesion).
Peta sangat esensial
bagi studi geografi, karena:
1) Memungkinkan
penggambaran secara ringkas tantang region.
2) Di
lapangan peta membantu memungkinkan cara yang tepat dalam melakukan pengamatan.
3) Peta
untuk memudahkan analisis dan pembandingan.
Jika daerah-daerah
digambarkan pada peta untuk dianalisis geografi mungkin perlu di bedakan 3
macam perbedaan (diferensiasi), yaitu:
1) Perbedaan
menurut derajat.
Perbedaan
menurut derajat muncul kalau suatu fenomena meluas terus-menerus (kontinu)
tanpa putus, dan hanya bervariasi dalam hal kapasitasnya
2) Perbedaan
menurut pencacahan.
Perbedaan
cacah timbul kalau menyangkut pola titik-titik yang penggambarannya pada peta
dengan skala diperkecil tak dapat
menunjukkan tiap individu dengan simbolnya masing-masing.
3) Perbedaan
menurut jenis.
Perbedaan
dalam hal jenis timbul kalau suatu fenomena terdapat secara berbeda pada daerah
yang berlainan yang masing-masing ditandai dengan perbedaan kualitas atau
coraknya.
e.
Compage.
Merupakan
istilah lama (abad 16-17) yang sekarang jarang dipakai , dan berasal dari kata
com (= bersama) dan pag atau pangere (=
mengikat). Jadi, berarti struktur atau pun susunan yang kompleks dan kuat. Compage juga ditandai dengan lokasi yang
unik, meliputi suatu gabungan unsur-unsur, secara terbatas tak mempunyai daerah
bandingan.
Ada
empat tingkatan hierarki ‘compage’ yang
masing-masing perlu memenuhi syarat-syarat:
1) Perlu
menggambarkan secara jelas perbedaan tingkatan yang lain.
2) Ada
penamaan atau sebutan (istilahnya)
sendiri, tidak semua dengan sebutan nama yaitu region.
3) Hendaknya
masing-masing dapat dipetakan dengan skala yang berbeda.
Penggolongan
‘compage’ atas empat tingkatan
hierarki dengan sebutan berbeda meliputi:
1)
Locality.
Merupakan
tingkatan paling rendah dan meliputi lingkungan sehari-hari dengan suatu
realitas dan arti maksimum bagi penduduknya. Skala peta untuk studi ‘locality’ dapat berkisar antara 1:10.000
hingga 1:50.000.
2)
District.
Beberapa
‘localities’ dapat digabungkan hingga
menjadi suatu wilayah lebih besar yang dapat dengan medah dibedakan dari yang
lain dan merupakan satuan yang disebut ‘district’.
Skala peta yang dipakai untuk pembahasan ‘district’
dapat berkisar dari 1:50.000 sampai 1:250.000.
3)
Province.
Province
seringkali bertepatan dengan ‘geomorphic
regions’, seperti misalnya: Daerah Pegunungan Kapur Selatan, daerah Pantai
Utara Jawa. Skala dari 1:100.000 hingga 1:5.000.000.
4)
Realm.
‘Realm’
dapat didasarkan atas pola kegiatan manusia dengan drajat generalisasi yang
cukup besar dan penelaahan yang mendetil sering perlu ditiadakan. ‘Realm’ dapat merupakan suatu bagian
benua, anak benua, atau sekumpulan kawasan kepulauan dan Semenanjung seperti:
Asia Tenggara, India Pakistan-Bangladesh, Eropa Barat Laut, dan sebagainya.
Skala yang dipakai melebihi 1:5.000.000.
f. Kesadaran
regional.
Regionalisme merupakan
sesuatu yang menggambarkan tidak saja suatu suasana perasaan, pandangan atau
pikiran dan menunjukkan atau menyangkut:
1) Kerangka
bagi keperluan pengumpulan informasi tentang wilayah.
2) Suatu
hipotesis untuk mempelajari inteirelasi antarwilayah.
3) Suatu
alat atau sarana untuk keperluan administrasi perencanaan.
2. Kedudukan
Geografi Regional Dalam Ilmu dan Pengajaran Sekolah.
a. Kedudukan
Geografi Regional Sebagai Ilmu.
Hattner
(di Jerman), Vidal (di Prancis), dan Hartshorne (di Amerika) merupakan
tokoh-tokoh geografi yang telah menempatkan geografi regional sebagai ilmu yang
mempelajari keanekaragaman yang unik daerah-daerah di muka bumi.
Geografi sebagai ilmu
menurut Hartshorne, perlu menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1) Dasar
pengamatan empiric yang sebebas (seobjektif) mungkin, melukiskan fenomena
dengan derajat kesaksamaan dan kemantapan yang maksimum.
2) Atas
dasar hal yang demikian, fenomena diklasifikasikan dalam artian konsep-konsep
yang umum (universal), sejauh realita mungkin.
3) Melalui
pertimbangan rasional tentang fakta-fakta yang dicapai melalui analisis dan
sintesis logik, termasuk juga penggunaaan dan penyuluhan (sejauh mungkin)
prinsip-prinsip umum atau hukum tentang interrelasi, mencapai pemahaman ilmiah
maksimum tentang interrrelasi fenomena.
4) Menyajikan
hasil penemuan dalam susunan atau system yang beraturan sehingga apa yang
diketahui membawa orang sampai pada batas ketidaktahuan.
b. Geografi
Regional Dalam Pengajaran sekolah.
Sejak
tahun 1972 para geografiwan dan ahli pendidikan geografi sepakat agar geografi
yang diajarkan disekolah bukan geografi yang terkotak dalam geografi fisis dan
geografi manusia, melainkan geografi terpaduyang membahas Hubungan kehidupan
dengan lingkungan alamnya.
Seminar
pengajaran geografi 1972 sepakat menyatakan bahwa un tuk keperluan pengajaran
sekolah, objek studi geografi ialah permukaan bumi sebagai suatu kebulatan.
Hakikat sasaran geografi meliputi:
1) Kebulatan
Hubungan manusia dan lingkungan.
2) Wilayah
(region) sebagai hasil interaksi, asosiasi, integrasi dan diferensiasi
unsure-unsur alamiah dan manusiawi dalam ruang tertentu di permukaan bumi.
Dalam
kenyataan kurikulum yang berlaku, sejak 1975 materi pengajaran geografi justru
terpecah (terpisah), sebagian diajarkan dalam bidang studi ilmu pengetahuan
sosial (IPS) dan sebagian lagi dalam bidang studi ilmu pengetahuan alam.
Hal
ini tercermin dari adanya kenyataan-kenyataan sebagai berikit:
1) Para
siswa berpikir dalam arti kawasan Negara atau ‘political regions’.
2) Kesadaran
siswa akan pengertian region menurut geografiwan.
3) Para
siswa acuh tak acuk mengenai kenampakan-kenampakan nyata tempat-tempat yang
telah menjadi objek studinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar