nih contoh makalah yang bahas mengenai perpolitikan di indonesia
BAB
I
PERPOLITIKAN
INDONESIA
Pengertian
Politik
Secara etimologi, POLITIK
berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota.
Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia
yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti
pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Interaksi warga Negara terjadi di
dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan
membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek
kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang
menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),
kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau
alokasi (allocation).
Secara terminologi politik (politics)
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making)
mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi
terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan
yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut
pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari
sumber-sumber (resources) yang ada. Untuk bisa berperan aktif melaksanakan
kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan
(authority) yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan
dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan
(coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan
keinginan (statement of intent) belaka.
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh
sesuatu yang dikehendaki. Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok,
termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
Aristoteles (384-322
SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik
melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan
istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik
dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan
politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak
dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya
dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika
ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya.
Aristoteles berkesimpulan
bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan
sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain.
Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk
memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata
politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim
dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan
unsur-unsur: negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy,
beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
Masih banyak lagi
pengertian mengenai politik atau ilmu politik yang disampaikan oleh para ahli.
Sedangkan lebih praktiksnya lagi politik mempelajari negara sebagai suatu
lembaga yang terus bergerak dengan tujuan dan fungsi-fungsi kelembagaannya
sebagai negara yang dinamis.
Pandangan setiap orang yang
berbeda-beda menyebabkan pengertian politik juga memiliki pengertian yang
beragam dari para ahli. Berikut adalah beberapa pandangan dari para ahli
mengenai pengertian politik.
1. Menurut
Ramlan Surbakti (1999 : 1) politik adalah interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah
tertentu.
2. Menurut
Kartini Kartono (1996 : 64) politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku
atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat.
- Menurut Sri Sumantri, Politik adalah pelembagaan dari hubungan antar manusia yang dilembagakan dalam bermacam-macam badan politik baik suprastruktur politik dan infrastruktur politik.
- Menurut Mirriam Budiharjo, Politik adalah bermacam-macam kegiatan dari suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem indonesia dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.
- Menurut Isjware, Politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan / teknik menjalankan kekuasaan / masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan / pembentukan dan penggunaan kekuasaan.
- ROD HAGUE, mendefinisikan politik sebagai kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
7. ANDREW
HEYWOOD, mengatakan, Politik adalah kegiatan suatu
bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen
peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat
terlepas dari gejala konflik dan kerjasama.
- CARL SCHMIDT, mengatakan, Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan - keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak.
Dari beberapa definisi di atas dapar disimpulkan bahwa politik adalah serangkaiaan usaha atau cara
yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang dalam mencapai suatu keinginan
atau tujuan tertentu.
Setiap
negara memiliki system politik di negaranya masing-masing. System politik yang
dianut tersebut itulah yang mempengaruhi situasi pemerintahan di negaranya.
System politik selalu berubah dari waktu ke waktu disesuaikan dengan faktor
ekonomi, masyarakat, gaya sosial serta faktor eksternal (global) yang mampu
mempengaruhi negaranya. Di Indonesia sendiri, Sistem Politik negaranya telah mengalami
tiga kali transisi. Masa pertama yang dimulai dengan Sistem Politik Orde Lama,
Sistem Politik Orde Reformasi, Sistem Politik Orde Baru.
Sistem
Politik Indonesia
Sebelum kita memahami tentang apa dan bagaimana
tentang sistem politik, alangkah baiknya jika pemahaman tentang ”sistem”
terlebih dahulu telah diketahui. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari istilah
ini sering dijumpai, namun penjelasan lebih lanjut tentang sistem dan politik
akan diuraikan sebagai berikut.
Prof. Pamudji mengartikan ”sistem” sebagai suatu kebulatan atau
keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan
hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang
kompleks atau utuh. Suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh, di mana di
dalamnya terdapat komponen-komponen yang pada gilirannya merupakan sistem
tersendiri yang mempunyai fungsi masing-masing, saling berhubungan satu sama
lain menurut pola, tata atau norma tertentu dalam rangka mecapai suatu tujuan.
Sistem dapat pula diartikan sebagai kumpulan
fakta-fakta, pendapat-pendapat, kepercayaan-kepercayaan dan lain-lain yang
disusun dalam suatu cara yang teratur; seperti sistem filsafat. Ada juga yang
mengartikan bahwa sistem selalui dimulai dari suatu tempat dan diakhiri di tempat
lain pula. Kalau kita kaitkan langsung dengan sistem politik bukanlah pekerjaan
gampang, sebab sistem politik bukan diatur oleh orang perorangan, tapi oleh
peranan yang telah melembaga. Jadi sistem dianggap sebagai ”pola yang relatif
tetap” dri hubungan antara manusia yang melibatkan makna yang luas dari
kekuasaan, aturan-aturan dan kewenangan.
Suatu sistem politik terdiri dari interaksi peranan
para warga negara. Orang sama dalam sistem politik dapat sekaligus memainkan
peranan lain seperti dalam sistem ekonomi, sosial, keagamaan dan lain-lain.
Para ahli politik dalam memberikan batasan tentang sistem politik sangat
beragam, antara lain sebagai berikut ;
a. Rusandi
Simuntapura
Sistem politik ialah mekanisme seperangkat fungsi atau
peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukkan
suatu proses yang langgeng.
b. Sukarna
Sistem politik ialah suatu tata cara untuk mengatur atau mengolah bagaimana
memperoleh kekuasaan di dalam negara, mengatur hubungan pemerintah dan rakyat atau
sebaliknya, dan mengatur hubungan antara negara dengan negara atau dengan
rakyatnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sistem politik ialah tata cara
mengatur negara.
c. David Easton
Sistem politik
dapat diperkenalkan sebagai interaksi yang diabstraksikan dari seluruh tingkah
laku sosial sehingga nilai-nilai dialokasikan secara otoritatif kepada
masyarakat.
d. Robert Dahl
Sistem politik merupakan pola yang tetap dari hubungan
antara manusia serta melibatkan sesuatu yang luas dan berarti tentang
kekuasaan, aturan-aturan, dan kewenangan.
e. Almond
Sistem politik adalah
sistem interaksi yang ditemui dalam masyarakat merdeka serta menjalankan fungsi
integrasi dan adaptasi. Fungsi integrasi yang dijalankan oleh sistem politik
adalah untuk mencapai kesatuan dan persatuan dalam masyarakat yang
bersangkutan. Fungsi adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa dalam sistem politik mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Fungsi
integrasi dan adaptasi terhadap masyarakat, baik ke dalam maupun keluar.
b. Penerapan
nilai-nilai dalam masyarakat berdasarkan kewenangan.
c. Penggunaan
kewenangan atau kekuasaan, baik secara sah ataupun tidak.
Sistem politik baik modern maupun primitif sifatnya
memiliki ciri-ciri yang ada padanya – Almond
dalam The Politics of Developing
Areas, mengatakan ada 4 (empat) ciri dalam sistem politik:
a
Semua sistem politik
termasuk yang paling sederhana mempunyai
kebudayaan politik. Dalam pengertian bahwa masyarakat yang paling
sederhanapun mempunyai tipe struktur politik yang terdapat dalam masyarakat
yang paling kompleks sekalipun. Tipe-tipe tersebut dapat diperbandingkan satu
sama lain sesuai dengan tingkatan dan
bentuk pembidangan kerja yang teratur.
b
Semua sistem politik menjalankan fungsi-fungsi yang sama
walaupun tingkatannya berbeda-beda yang ditimbulkan karena perbedaan struktur.
Hal ini dapat diperbandingkan yaitu bagaimana fungsi-fungsi itu tadi sering
dilaksanakan atau tidak dan bagaimana gaya pelaksnaannya.
c
Semua struktur
politik biar bagaiamanapun juga dispesialisasikannya
baik pada masyarakat yang primitif maupun yang yang modern melaksanakan banyak
fungsi. Oleh karena itu sistem politik dapat membandingkan sesuai dengan
tingkat kekhususan tugas.
d
Semua sistem politik
adalah sistem campuran dalam
pengertian kebudayaan. Secara rasional tidak ada struktur dan kebudayaan yang
semuanya modern atau semuanya primitif melainkan dalam pengertian tradisional,
semuanya adalah campuran atara unsur modern dan tradisional.
Dalam
memahami cara kerja sistem politik pada umumnya, peran input dan output
mempunyai pengaruh besar terhadap kebijakan publik. Hoogerwerf berpendapat bahwa ”input” bisa berasal dari sistem lain,
misalnya sistem ekonomi, misalnya sistem ekonomi. Sistem ekonomi yang terkena
dampak dari kebijaksanaan pemerintah akan memberikan reaksi tertentu, mungkin
memperkuat atau bertentangan. Reaksi ini merupakan input bagi sistem politik
untuk diproses lebih lanjut. Di samping itu, input juga bisa berasal dari perilaku politik berupa unjuk
rasa/demonstrasi atau tindakan makar sebagai dampak dari output sistem politik.
Macam-macam
Sistem Politik
Macam-macam sistem politik yang
hendak diuraikan, sesungguhnya merupakan tipe, atau model yang mendasarkan pada
sudut kesejarahan dan perkembangan sistem politik dari berbagai negara yang
disesuaikan dengan perkembangan kultur dan struktur masyarakatnya.
Almond dan Powell, membagi 3 (tiga) katagori sistem
politik yakni:
a
Sistem-sistem primitif yang intermittent (bekerja dengan
sebentar-sebentar istirahat). Sistem politik ini sangat kecil kemungkinannya
untuk mengubah peranannya menjadi terspesialisasi atau lebih otonom. Sistem ini
lebih mencerminkan suatu kebudayaan yang samar-samar dan bersifat keagamaan (parachiale).
b
Sistem-sistem tradisional dengan
struktur-struktur bersifat pemerintahan politik yang berbeda-beda dan suatu
kebudayaan “subyek”.
c
Sistem-sistem modern di mana
struktur-struktur politik yang berbeda-beda (partai-partai politik,
kelompok-kelompok kepentingan dan media massa) berkembang dan mencerminkan
aktivitas budaya politik “participant”.
Alfian, mengklasifikasikan sistem politik menjadi 4 (empat) tipe, yakni:
a
Sistem politik otoriter/totaliter
b
Sistem politik anarki
c
Sistem politik demokrasi
d
Sistem politik demokrasi dalam
transisi.
Ramlan Surbakti dalam mengklasifikasikan sistem politik
menggunakan model sistem politik dengan empat macam kriteria, sebagai berikut :
Perbandingan Sistem Politik
|
||||
Jenis Variabel
|
Sispol Otokrasi Tradisional
|
Sistem Politik Totaliter
|
Sistem Politik Demokrasi
|
Sispol Negara Berkembang
|
Kebaikan Bersama
|
Tidak ada persa-maan dan kebeba-san politik. Ada
stratifikasi ekono-mi, nilai & moral.
|
Tidak ada persa-maan dan kebeba-san politik. Sama rata dan sama rasa
dalam kebutuhan materiil.
|
Ada persamaan dan kebebasan politik. Tidak ada stratifikasi ekono-mi
materiil/ moril.
|
Tidak tetap/ mencari bentuk. Tidak tentu.
|
Identitas Bersama
|
Primordial (sara). Pemimpin lam-bang kebersama-an.
|
Bersifat sakral. Ideologi sebagai agama politik.
|
Bersatu dalam perbedaan.
|
Campur tangan pemerintah begitu luas.
|
Hubungan Kekuasaan
|
Pribadi negatif, sedikit konsensus Ada pada Raja/ Emir.
|
Monopoli, sentral, tunggal dan non-konsensus. Ada Pimpinan partai.
|
Distribusi. Kekua-saan yang relatif merata. Ada pada Presiden/ Perda-na
Menteri.
|
Dominatif, ne-gatif, paksaan ta-pi dapat dengan konsensus. Ada pada
Presiden/ PM.
|
Legitimasi Kewena-ngan.
|
Otokrat, berdasar tradisi.
|
Totaliter, doktri-ner dan paksaan.
|
Rule of law dan konstitusional.
|
Belum ada pola/ pihak penguasa.
|
Hubungan Politik & Ekonomi.
|
Penguasa kaya dan rakyat miskin.
|
Partai pengendali politik dan ekono-mi rakyat.
|
Rakyat ambil bagi-an secara aktif/ mekanisme pasar.
|
Pola hubungan, baru mencari bentuk (sentral/ desentralisasi).
|
Menurut Almond dan Coleman terdapat
bermacam-macam sistem politik yang terpenting, khususnya yang banyak berlaku di
negara-negara berkembang. Diantara sistem politik yang ada antara lain sebagai
berikut :
No
|
Nama Sistem
Politik
|
Uraian/Keterangan
|
a.
|
Demokrasi Politik
|
Demokrasi Politik adalah suatu sistem di mana ada
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang berfungsi. Kekuasaan
legislatif dipiliih secara periodik dalam pemilu yang bebas. Badan tersebut
mengontrol eksekutif. Terdapat macam-macam kelompok dengan kepentingan yang
sama yang otonom, partai-partai politik, dan sarana-sarana yang bebas untuk
pembentukan pendapat/opini.
|
b.
|
Demokrasi Terpimpin
|
Struktur formal sistem ini boleh dikatakan sama
dengan demokrasi politik. Karena kesulitan tertentu diusahakan untuk
menyesuaikan dengan struktur formal dan prakteknya untuk menjalin ada
pemerintahan secara efektif. Di sini kekuasaan lebih terkonsentrasi kepada
eksekutif dan ikatan kekuasaan eksekutif lebih erat dengan partai pemerintah
dengan ruang gerak terbatas kepada oposisi. Pendapat umum didominasi oleh
pemerintah.
|
c.
|
Oligarki Pembangunan
|
Sistem ini digunakan dengan mengingat
masalah-masalah mengenai pelaksanaan demokrasi dan perlunya mengadakan
modernisasi dengan cepat. Konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah yang
dianggap syarat pembangunan dan persatuan. Sistem pengawasan ada di tangan
militer atau rezim sipil yang didukung oleh elit yang besar jumlahnya.
Parlemen tidak punya kekuasaan lagi dan hanya sebagai persetujuan serta
pemberi nasihat rencana peraturan. Tidak ada tempat untuk oposisi. Sebagai
pelaksanaan kekuasaan tergantung kepada birokrasi yang ada. Kekuasaan
yudikatif tidak bebas lagi. Militer dan politik bekerja menumpas gerakan di
bawah tanah. Kampanye dari nasional dan melancarkan proyek-proyek
pembangunan.
|
d.
|
Oligarki Totaliter
|
Terdapat kekuasaan kepada rezim totaliter
tradisional, seperti rezim fasis di jerman dan Italia dahulu serta rezim
nasionalis jepang sebelum PD II. Rezim ini tidak mentolelir ada kekuasaan
lain di sampingnya. Elite politiknya mempunyai ideologi yang konsisten dan
terperinci dan menjabarkan sistem pemerintahan.
|
e.
|
Oligarki Tradisional
|
Sistem politik ini peninggalan dari kebudayaan
pramodern. Elite dinasti dapat bertahan lama karena dapat menghindar
dari penjajahan, seperti Etiopia.
Kekuasaan raja mendapat pengesahan karena tradisi, aparat negara terbatas
kewajibannya, desa-desa tidak mendapat perhatian dan tak banyak mendapat
pengaruh. Pengangkatan jabatan atas pertimbangan pribadi.
|
Demokrasi
Sebagai Sistem Politik
Kata demokrasi dalam sistem
politik, memiliki makna umum yaitu : adanya perlindungan hak asasi manusia,
menjunjung tinggi hukum, tunduk terhadap kemauan orang banyak, tanpa mengaikan
hak golongan kecil agar tidak timbul diktator mayoritas. Sebuh sistem politik
demokrasi yang kuat, yaitu apabila bersumber pada “kehendak rakyat” dan
bertujuan untuk mencapai kebaikan atau kemaslahatan bersama. Untuk itu,
demokrasi selalu berkaitan dengan
persoalan perwakilan kehendak rakyat.
Sistem politik demokrasi, menurut
Bingham Powel, Jr. ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
a
Legitimasi pemerintah didasarkan
pada klaim bahwa pemerintah tersebut mewakili keinginan rakyatnya, artinya
klaim pemerintah untuk patuh pada aturan hukum didasarkan pada penekanan bahwa
apa yang dilakukan merupakan kehendak rakyat.
b
Pengaturan yang
mengorganaisasikan perundingan (bargaining)untuk
memperoleh legitimasi dilaksanakan melalui pemilihan umum yang kompetitif.
Pemilihan dipilih dengan interval yang teratur, dan pemilih dapat memilih
diantara beberapa alternatif calon. Dalam praktiknya, paling tidak terdapat dua
partai politik yang mempunyai kesempatan untuk menang sehingga pilihan tersebut
benar-benar bermakna.
c
Sebagian besar orang dewasa dapat
ikut serta dalam proses pemilihan, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon
untuk menduduki jabatan penting.
d
Penduduk memilih ecara rahasia
dan tanpa dipaksa.
e
Masyarakat dan pemimpin menikmati
hak-hak dasar, seperti kebebasan berbicara, berkumpul, berorganisasi dan
kebebasan pers. Baik partai politik yang lama maupun yang baru dapat berusaha
untuk memperoleh dukungan.
SUPRA STRUKTUR DAN INFRA STRUKTUR POLITIK DI INDONESIA
Pada setiap sistem politik
negara-negara dunia, akan selalu dijumpai adanya struktur politik. Struktur
politik di dalam suatu negara, adalah pelembagaan hubungan organisasi antara
komponen-komponen yang membentuk bangunan politik. Struktur politik sebagai
bagian dari struktur yang pada umumnya selalu berkenaan dengan alokasi
nilai-nilai yang bersifat otoritatif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi
serta penggunaan kekuasaan.
Permasalahan politik menurut
Alfian, dapat dikaji melalui berbagai pendekatan yaitu dapat didekati
dari sudut kekuasaan, struktur politik, komunikasi politik, konstitusi,
pendidikan dan sosialisasi politik, pemikiran dan kebudayaan politik.
Sistem politik yang pada
umumnya berlaku di setiap negara, meliputi dua struktur kehidupan politik yakni
; Infra Struktur Politik dan Supra Struktur Politik.
1
Infra Struktur Politik
Di dalam suatu kehidupan politik rakyat (the social – political sphere), akan
selalu ada sangkut paut atau bersinggungan dengan kelompok-kelompok anggota
masyarakat lain ke dalam berbagai macam golongan yang biasanya disebut
“kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut yang
merupakan kekuatan politik riil di dalam masyarakat, disebut “infra struktur
politik”. Berdasarkan teori politik, infra struktur politik mencakup 5 (lima)
unsur atau komponen sebagai berikut : a) partai politik (political party), b) kelompok kepentingan (interest group), c) kelompok penekan (pressure group), d) media komunikasi politik (political communication media), dan e) tokoh politik (political figure).
Partai Politik
(Political Partai) di Indonesia
Partai politik sebagai institusi, mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini
banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Kalau
kelahiran partai politik sebagai pengejawantahan dari kedaulatan rakyat dalam
politik formal, maka semangat kebebasan selalu dikaitkan orang dalam
membicarakan partai politik sebagai pengendali kekuasaan.
Sebagaimana dikatakan oleh Husazar
dan Stevenson dalam bukunya Political
Science, bahwa partai politik (parpol) adalah sekelompok orang yang
terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar supaya dapat
melaksanakan program-programnya dan menempatkan/mendudukkan anggota-anggotanya
dalam jabatan pemerintah. Suatu partai politik berusaha untuk memperoleh
kekuasaan dengan dua cara; pertama,
ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan secara sah, dengan tujuan bahwa dalam
pemilu memperoleh suara mayoritas dalam badan legislatif. Dan kedua, mungkin bekerja secara tidak
sah/melakukan subversib untuk memperoleh kekuasaan tertinggi dalam negara yaitu
melalui revolusi atau coup d`etat.
Berdasarkan perjalanan
sejarah kehidupan partai politik di Indonesia, secara garis besar dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a
Masa Pra Kemerdekaan
Organisasi modern pertama di
Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah (tidak secara fisik)
adalah Budi Utomo yang di dirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Pada
awalnya, organisasi ini berkembang di kalangan pelajar dalam bentuk studieclub
dan organisasi pendidikan. Namun dalam perkembangan berikutnya menjadi
partai-partai politik yang didukung kaum terpelajar dan massa buruh tani.
Berikut
adalah partai-partai yang berkembang sebelum kemerdekaan dengan tiga aliran
besar, yaitu Islam, Nasionalis, dan Marxisme/Komunisme.
No
|
Nama Parpol
|
Uraian / Keterangan
|
1.
|
Sarekat Islam (1912), Muhammadiyah (1912)
|
Partai Sarekat Islam (SI)
dianggap pelopor partai yang beraliran Islam. Hal yang menarik dari partai
SI, adalah mampu mengidentifikasi dirinya dengan aspirasi politik Bumi Putera
untuk memperjuangkan kemerdekaan.
|
2.
|
PKI (1921)
|
Partai yang bercorak
ideologi Marxisme/Komunisme, awalnya berhasil mempengaruhi massa rakyat
dengan memperke-nalkan analisa Lenin dan Bucharin tentang imperalisme sebagai
tingkat terakhir dari kapitalisme. PKI awalnya mencoba mempelopori perjuangan
anti kolonialisme /imperialisme. Namun pada tahun 1926-1927 kehilangan
simpati rakyat setelah melakukan pemberontakan berdarah.
|
3.
|
Indische Partij (1912),
PNI (1927) ,Partai Indonesia (1931),
Partai Ra-kyat Indonesia/ PRI (1930), Partai Indonesia Raya/ Parindra
(1931).
|
Merupakan partai yang
beraliran nasionalisme dengan perjuangan utama adalah untuk mencapai
kemerdekaan dari kolonialisme/imperialisme bangsa penjajah. Golongan
nasionalis yang dipersonifikasikan dengan Sukarno-Hatta, dianggap
sebagai rival utama golongan Islam karena digerakan oleh kaum terpelajar yang
berasal dari berbagai agama dan golongan. Dilihat dari pengikutnya, merupakan
runner up dari setelah golongan Islam, kendatipun tokoh-tokohnya belum
melebihi dari golongan Islam sekaliber Mohammad Natsir.
|
b
Masa Pasca
Kemerdekaan (Tahun 1945 – 1965)
Tumbuh
suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan, didasarkan pada Maklumat
Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden Moh.
Hatta yang antara lain memuat keinginan pemerintah akan kehadiran partai
politik agar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya) secara
teratur. Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat diklasifikasi
sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut :
1) Dasar Ketuhanan :
a)
Partai Masjumi,
b)
Partai Sjarikat
Indonesia,
c)
Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti),
d)
Partai Kristen
Indonesia (Parkindo), Nahdlatul Ulama (NU) dan
e)
Partai Katholik.
2) Dasar Kebangsaan :
a)
Partai Nasional Indonesia (PNI)
b)
Partai Indonesia Raya (Parindra)
c)
Persatuan Indonesia Raya (PIR)
d)
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
e)
Partai Demokrasi Rakyat (Banteng)
f)
Partai Rakyat Nasional (PRN)
g)
Partai Wanita Rakyat (PWR)
h)
Partai Kebangsaan Indonesia (Parki)
i)
Partai Kedaulatan Rakyat (PKR)
j)
Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI)
k)
Ikatan Nasional Indonesia (INI)
l)
Partai Rakyat Jelata (PRJ)
m)
Partai Tani Indonesia (PTI)
n)
Wanita Demokrasi Indonesia (PTI)
3) Dasar Marxisme :
a)
Partai Komunis Indonesia (PKI)
b)
Partai Sosialis Indonesia
c)
Partai Murba
d)
Partai Buruh
e)
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)
4) Dasar Marxisme :
a)
Partai Demokrat Tionghoa (PTDI)
b)
Partai Indonesia Nasional (PIN)
c)
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
Alfian, mengelompokkan
partai politik hasil Pemilu 1955, sebagai berikut :
1. Aliran Nasionalis : PNI, PRN, PIR Hazairin, Parindra, Partai Buruh, SKI, dan
PIR-Wongsonegoro.
2. Partai Islam : Masjumi, NU, PSII, dan Perti.
3. Aliran Komunis : PKI, SOBSI dan BTI.
4. Aliran Sosialis : PSI, dan GTI.
5. Aliran Kristen : Partai Katolik, dan Parkindo.
Salah satu ciri utama
kehidupan politik masa demokrasi liberal ditandai dengan pergantian kabinet
yang berulang kali rata-rata berumur 8 (delapan) bulan. Persaingan antar elit partai
politik besar (nasionalis, Islam dan Komunis), telah membawa negara pada
instabilitas politik berkepanjangan. Hal ini berakibat mandeknya pembangunan
ekonomi dan rawannya keamanan, karena perhatian lebih ditujukan pada pembenahan
bidang politik.
Melihat konflik yang berkepanjangan di tubuh Badan Konstituante dalam
merumuskan UUD yang bersifat tetap tidak segera terwujud, mendorong Presiden
Soekarno menggunakan kekuasaan ekstra-konstitusional dengan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 yang selanjutnya melahirkan demokrasi terpimpin. Dalam kurun waktu
1959 – 1965, tampak antara Soekarno, PKI dan TNI AD saling bersaing, sementara
itu partai politik lain kurang menunjukkan aset yang berarti dalam percaturan
politik.
PKI dengan kelihaiannya telah mampu memobilisasi massa sampi pelosok desa
dengan kader-kadernya yang militan dengan memberi keyakinan kemenangan segera
diraih, akhirnya melakukan pengucilan kekuatan TNI dan melakukan pemberontakan
G 30S/PKI dengan jatuhnya 7 (tujuh) korban perwira tinggi dan menengah TNI –
AD. Dari malapetaka G 30S/PKI, mendorong segenap potensi bangsa yang terdiri
dari Militer, Angkatan 66, Umat Islam dan ditambah kekuatan sosial keagamaan
lain bergerak menumpas PKI. Kehancuran Orde lama ditandai dengan surutnya
politisi sipil dari gelanggang politik dan naiknya peranan militer yang oleh
Alfian, diberi istilah dengan “format politik baru”.
c
Masa Orde Baru (Tahun
1966 - 1998)
Awal kebangkitan Orde Baru (1966) dalam melakukan
pembenahan institusi politik, tetap berpandangan bahwa jumlah partai politik
yang terlalu banyak, tidak menjamin stabilitas politik. Usaha pertama disamping
memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang, adalah menyusun
undang-undang tentang pemilu yang dianggap sesuai dengan perkembangan
masyarakat saat itu. Dan pemilu yang direncanakan dilakanakan dalam waktu
dekat, ternyata baru terlaksana tahun 1971 dengan peserta sebanyak 10 partai
politik, yaitu :
1) Golongan Karya (Golkar)
2) Partai Nasional Indonesia
(PNI)
3) Nahdatul Ulama (NU)
4) Partai Katolik
5) Partai Murba
6) Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII)
7) Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI)
8) Partai Kristen Indonesia
(Parkindo)
9) Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi), dan
10) Partai Islam Perti
(Persatuan Tarbiyah Islamiyah)
Hasil
Pemilu 1971, menunjukkan kemenangan Golkar yang diikuti oleh Parmusi, NU, dan
PNI. Khusus untuk kemenangan Golkar, tidak lepas dari jasa ABRI yang dibantu
oleh pemerintah. Dalam perkembangan lebih lanjut, pemerintah melakukan
penyederhanaan partai politik secara melembaga melalui proses fusi ; partai
yang berbasis Islam (NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam) menjadi Partai
Persatuan Pembangunan (PPP); partai yang berbasis sosialis dan nasionalis
(Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba dan IPKI) menjadi Partai Demokrasi
Indonesia (PDI). Selanjutnya, dengan diberlakukannya UU No.3 Tahun 1975 maka
pemilu 1977 dan 1982 hanya 3 (tiga) peserta yang masing-masing mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1) PPP dengan ciri ke-Islaman
dan ideologi Islam
2) Golkar dengan ciri kekaryaan
dan keadilan sosial
3) PDI dengan ciri demokrasi,
kebangsaan (nasionalisme) dan keadilan.
Pada
pemilu tahun 1987 dan 1992 dengan diberlakukannya UU No.3 Tahun 1985, Partai
Politik dan Golkar ditetapkan hanya mempergunakan satu-satunya asas yaitu
Pancasila dengan tujuan agar setiap kontestan setiap pemilu lebih berorientasi
pada program kerja masing-masing. Penerapan asas tersebut, berlangsung sampai
dengan pelaksanaan pemilu 1997. Fakta memperlihatkan, bahwa selama pemilu Orde
Baru Golkar selalu dominan. Dalam Pemilu 1971 Golkar meraih (62,8%), tahun 1977
(62,1%), tahun 1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%), tahun 1992 (68,1%) dan pada
tahun 1997 (70,2%).
Untuk lebih jelasnya tentang perbandingan perolehan
suara partai peserta pemilu selama Orde Baru dalam perolehan Jumlah Suara dan
Kursi yang diperoleh setiap OPP (Organisasi Peserta Pemilu), dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
No
|
Tahun
Pemilu
|
Partai Politik Peserta Pemilu
|
||
Partai Persatuan
Pembangunan (PPP)
|
Golongan Karya
(Golkar)
|
Partai Demokrasi
Indonesia (PDI)
|
||
1.
|
1971
|
14.833.942 (96)
|
34.348.673 (236)
|
5.516.849 (30)
|
2.
|
1977
|
18.722.138 (99)
|
39.313.354 (232)
|
5.459.987 (29)
|
3.
|
1982
|
20.871.880 (94)
|
48.334.724 (242)
|
5.919.702 (24)
|
4.
|
1987
|
13.701.428 (61)
|
62.783.680 (299)
|
9.324.708 (40)
|
5.
|
1992
|
16.624.647 (62)
|
66.599.331 (282)
|
14.565.556 (56)
|
6.
|
1997
|
25.340.028 (89)
|
84.187.907 (325)
|
3.463.225 (11)
|
Data diambil dari Lembaga Pemilihan
Umum (LPU).
Era orde baru mengalami anti
klimaks kekuasaan setelah pada tahun akhir tahun 1997 negara Indonesia
mengalami krisis moneter yang selanjutnya berkembang menjadi krisis
multidimensi karena terperangkap hutang luar negeri yang besar dan banyaknya
praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang melibatkan pejabat
birokrasi dan pengusaha.
d
Masa/ Era Reformasi
(Tahun 1999 s.d. Sekarang)
Era reformasi, benar-benar merupakan arus angin
perubahan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Partai-partai politik
diberikan kesempatan untuk hidup kembali mengikuti pemilu dengan multi partai
yang diselenggarakan pada tanggal tahun 1999 berdasarkan Undang-Undang No. 3
Tahun 1999. Sangat mengejutkan bagi semua elemen masyarakat Indonesia, ternyata
pasca orde baru (di era reformasi) pemilu diikuti sebanyak 48 partai politik,
yaitu :
No
|
Nama Partai Politik
|
No
|
Nama Partai Politik
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
|
Partai Indonesia Baru
(PIB)
Partai Kristen Indonesia (Krisna)
Partai Nasional Indonesia (PNI)
Partai Aliansi Demokrat Indonesia
Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
Partai Umat Islam (PUI)
Partai Kebangkitan Umat (PKU)
Partai Masyumi Baru (PMB)
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Partai Abul Yatama
Partai Kebangsaan Merdeka (PKM)
Partai Demokrasi Kasih Bangsa PDKB)
Partai Amanat Nasional (PAN)
Partai Rakyat Demokrat (PRD)
Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
Partai Katolik Demokrat
Partai Pilihan Rakyat (Pilar)
Partai Rakyat Indonesia (PARI)
Partai Politik Islam Masyumi
Partai Bulan Bintang (PBB)
Partai Solideritas Pekerja
Partai Keadilan
Partai Nahdlatul Ulama
|
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
|
Partai Nasional Indonensia
(PNI) Front Marhaenis
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
(IPKI)
Partai Republik
Partai Islam Demokrat
Partai Nasional Indonesia (PNI) Massa Marhaen
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Partai Golongan Karya (Golkar)
Partai Persatuan
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Partai Uni Demokrasi Indonesia
Partai Buruh Nasional
Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
(MKGR)
Partai Daulat Rakyat
Partai Cinta Damai
Partai Keadilan dan Persatuan (PKP)
Partai Solideritas Pekerja Seluruh Indonesia
(SPSI)
Partai Nasional Bangsa Indonesia
Partai Bhineka Tunggal Ika
Partai Solideritas Uni Nasional Indonesia (SUNI)
Partai Nasional Demokrat (PND)
Partai Ummat Muslimin Indonesia
Partai Pekerja Indonesia
|
Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan sangat tergantung
kepada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu negara. Aktivitas kelompok
kepentingan umumnya menyangkut tujuan-tujuan yang lebih terbatas, dengan
sasaran-sasaran yang monolitis dan intensitas usaha yang tidak berlebihan.
Kelompok kepentingan bisa menghimpun ataupun mengeluarkan dana dan tenaganya
untuk melaksanakan tindakan-tindakan politik yang biasanya berada di luar tugas
partai politik.
Dalam hal-hal tertentu, kelompok
kepentingan seringkali bergandengan erat dengan salah satu partai politik,
adakalanya menjaga jarak/bersifat independen, tidak menutup kemungkinan
kelompok kepentingan melakukan negosiasi dan mencari dukungan dengan berbagai
partai yang diprediksikan akan dan mampu memperjuangkan kepentingannya demi
pencapaian tujuannya.
Menurut Gabriel A. Almond,
kelompok kepentingan dapat diidentifikasi ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai
berikut :
a) Kelompok Anomik
Kelompok-kelompok anomik ini
terbentuk di antara unsur-unsur dalam masyarakat secara spontan dan hanya
seketika, dan karena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur,
kelompok ini sering bertumpang tindih (overlap)
dengan bentuk-bentuk partisipasi politik non-konvensional, seperti demonstrasi,
kerusuhan, tindak kekerasan politik dan sebagainya. Tetapi kita harus hati-hati
menilai, sebab seringkali yang nampak anomik itu kadang-kadang merupakan
tindakan yang direncanakan secara teliti oleh kelompok kepentingan yang
terorganisir.
b) Kelompok Non-Assosiasonal
Kelompok kepentingan
non-asosiasional, biasanya jarang yang terorganisir rapi dan kegiatannya
bersifat kadang kala. Ini mungkin berwujud kelompok-kelompok keluarga dan
keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingan
secara kadang kala melalui individu-individu, klik-klik, kepala keluarga atau
pemimpin agama, dan semacam itu. Misalnya, keluhan dari delegasi informal suatu
kelompok linguistik mengenai bahasa pengantar di sekolah, permintaan dari beberapa
tuan tanah kepada seorang birokrat dalam suatu klub sosial informal tentang
tarif hasil pertanian dan sebagainya.
Pertemuan-pertemuan sosial, pesta-pesta tidak resmi,
dan semacamnya seringkali menciptakan situasi yang memungkinkan pembicaraan
tawar-menawar (bargaining) antara
para pembuat keputusan dan kelompok-kelompok warga negara yang memiliki
kepentingan yang sama.
c) Kelompok Institusional
Organisasi-organisasi
seperti partai politik, korporasi bisnis, badan legislatif, militer, birokrasi,
dan gereja seringkali mendukung kelompok kepentingan institusional atau
memiliki anggota-anggota yang khusus bertanggung jawab melakukan kegiatan lobbying. Kelompok ini bersifat formal
dan memiliki fungsi-fungsi politik atau sosial lain di samping artikulasi kepentingan.
Tetapi, baik sebagai badan hukum maupun sebagai kelompok-kelompok lebih kecil
dalam badan hukum itu (seperti fraksi-fraksi badan legislatif, klik-klik
perwira, departemen, dan klik-klik ideologis dalam birokrasi). Kelompok semacam
ini bisa menyatakan kepentingannya sendiri maupun mewakili kepentingan dari
kelompok-kelompok lain dalam masyarakat. Bila kelompok-kelompok kepentingan
institusional sangat berpengaruh, biasanya akibat dari basis organisasinya yang
kuat.
Klik-klik militer, kelompok-kelompok birokrat, dan
pemimpin-pemimpin partai sangat dominan di negara-negara belum maju, di mana
kelompok kepentingan asosiasional sangat terbatas jumlahnya atau tidak efektif.
Misalnya, di banyak negara baru di Asia dan Afrika pemerintahan hasil pemilihan
umum seringkali dijatuhkan dan diganti oleh rezim-rezim militer otoriter.
d) Kelompok Assosiasonal
Kelompok asosiasional
meliputi serikat buruh, federasi kamar dagang atau perkumpulan usahawan dan
insdustrialis, paguyuban etnik, persatuan-persatuan yang diorganisir oleh
kelompok-kelompok agama, dan sebagainya. Secara khas kelompok ini menyatakan
kepentingan dari suatu kelompok khusus, memakai tenaga staff profesional yang
bekerja penuh, dan memiliki prosedur teratur untuk memustuskan kepentingan dan
tuntunan.
Kegiatan politik utama dari kelompok asosiasional
antara lain melakukan tawar menawar (bargaining)
di luar saluran-saluran partai politik dengan pejabat-pejabat pemerintah
tentang peraturan pemerintah dan usul rencana undang-undang di parlemen. Mereka
juga berusaha mempengaruhi opini masyarakat dengan mengiklankan
kampanye-kampanye, misalnya, penentangan terhadap usaha nasionalisasi
perusahaan tertentu.
Pelaksanaan
kegiatan kelompok kepentingan di dalam suatu negara akan sangat bergantung
kepada sistem politik pemerintah dalam hal sistem kepartaiannya. Kiprah suatu
kelompok kepentingan, akan sangat berbeda pada negara yang menganut sistem
kepartaian tunggal dan sistem kepartaian dua partai/ lebih (dwi atau multi
parti). Untuk lebih jelasnya perhatikan pada matrik di bawah ini.
Sistem Kepartaian
Suatu Negara
|
|
Partai Tunggal
(Totaliter)
|
Dwi Partai (Dua
partai atau lebih)
|
Kelompok kepentingan sangat dibatasi, karena pemerintahan totaliter
(Fasisme, Komunisme, dan Nazisme).
Partisipasi politik sulit
berkembang dan tidak kompetitif.
Rakyat dipaksa menerima
satu ideologi yang menggiring ke arah pola tingkah laku yang seragam.
Aspirasi rakyat/kebebasan
dalam berbicara dan media komunikasi pers sangat dibatasi pemerintah.
Rakyat sering dimobilisir
ke arah aksi politik yang sudah digariskan penguasa.
Pemerintah sering membuat
suasana yang secara psikologis menakutkan rakyatnya.
Pola kelompok kepentingan
tidak lebih hanya sekedar pendukung kelompok yang mapan saja.
|
Kelompok kepentingan berpeluang tumbuh dan berkembang dengan pesat (di
negara-negara Demokrasi).
Partisipasi politik yang
pluralitas, sehingga terjadi suasana kompetitif.
Ideologi diterima sebagai
pedoman tingkah laku yang perlu dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan.
Adanya kebebasan berbicara
dan media komunikasi yang didukung struktur masyarakat yang demokratis.
Tersedianya saluran untuk
berhubungan dengan pusat-pusat pemerintahan.
Akses dalam mencapai
tujuan-tujuan kebijakan umum, jauh lebih luas.
Kelompok kepentingan
berperan seba-gai saluran yang meningkatkan fungsi wakil-wakil dalam proses
pembuatan keputusan.
|
Kelompok kepentingan pada
negara totaliter (partai tunggal), pada umumnya dianut oleh negara komunis
(Rusia, RRC, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan lain-lain). David Lane,
(seorang analisis politik) mengidentifikasi ada sebanyak 5 (lima) kategori
kelompok kepentingan di Uni Soviet (Rusia) sebagai berikut
a) Elite politik, seperti
anggota-angota politbiro.
b)
Kelompok-kelompok institusional, seperti serikat-serikat dagang.
c)
Kelompok-kelompok pembangkang yang setia, seperti para dokter dan guru.
d)
Pengelompokkan-pengelompokkan sosial yang tidak terorganisir dalam satu
kesatuan, seperti petani dan tukang.
e)
Kelompok-kelompok yang tidak terorganisir dalam satu kesatuan, yang bukan
merupakan bagian dari aparat Soviet (Rusia), atau yang mempunyai jarak dengan
rezaim penguasa, seperti kelompok intelektual yang menentang rezim atau anggota
sekte-sekte keagamaan tertentu.
Pada negara yang menerapkan
sistem dua partai, disiplin partai baik dalam parlemen maupun kabinet relatif
lebih ketat dan hal ini merupakan kendala tersediri terutama untuk mendukung
sepenuhnya program-program kelompok-kelompok tertentu. Siasat yang sering
digunakan oleh kelompok kepentingan biasanya dengan mensponsori atau menolak
sama sekali amandemen undang-undang. Tidak bisa dipungkiri bahwa kelompok
kepentingan dapat memainkan peranan yang cukup penting pada negara-negara yang
menganut sistem dua partai.
Di negara berkembang pada
umumnya, dan khususnya di Indonesia masyarakat yang tergabung dalam kelompok
kepentingan biasanya sensitif terhadap isu politik dalam lingkup kelompok
politik yang sempit. Masyarakat masih dibatasi realita hak politiknya (terutama
masa orde baru) oleh para pemegang kekuasaan negara/pemerintah, dengan asumsi
demi stabilitas politik. Nampak bahwa pada masa itu pemegang kekuasaan negara/pemerintah
cukup tangguh mengendalikan kehidupan politik supaya terdapat keleluasaan bagi
proses pembangunan bidang kehidupan lainnya. Hal ini berakibat timpangnya
distribusi sumber daya politik dan masyarakat menjadi ketergantungan dengan
elite politik, sehingga kedewasaan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan
positif dalam proses politik terhambat.
Namun pasca orde baru (tahun
1998) yang disebut dengan era reformasi, telah membawa masyarakat dalam
tumbuhkembangnya partisipasi politik “demokratisasi” setelah selama 32 tahun
dikekang dengan berbagai instrumen politik dan peraturan perundangan.
Berkembangnya sistem politik di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari peran
kelompok kepentingan yang selama orde baru berkuasa berseberangan, terutama
dari kalangan akademisi, politikus, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha dan
sebagainya.
Kelompok Penekan (Pressure
Group)
Kelompok penekan (pressure group) merupakan salah satu
institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan
aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi atau
bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah. Adapun cara yang dipergunakan dapat
melalui persuasi, propaganda, atau cara-cara lain yang dipandang lebih efektif.
Kelompok penekan dapat terhimpun dalam beberapa asosiasi yang mempunyai
kepentingan sama, antara lain :
a)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
b)
Organisasi-organisasi sosial keagamaan,
c)
Organisasi Kepemudaan,
d)
Organisasi Lingkungan Hidup,
e)
Organisasi pembela Hukum dan HAM, serta
f)
Yayasan atau Badan hukum lainnya.
Mereka pada umumnya dapat
menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur orientasi tujuan-tujuannya yang
secara operasional (melakukan negosiasi/lobby) sehingga dapat mempengaruhi
kebijaksanaan umum. Kelompok pengusaha, industriawan dan asosiasi lainnya
sering menggunakan tenaga mereka (menjadi negosiator/pelobbyst) untuk memperjuangkan kepentingannya.
Dalam realitas kehidupan
politik, kita mengenal berbagai kelompok penekan baik yang sifatnya sektoral
maupun regional. Tujuan dan target mereka biasanya bagaimana agar keputusan
politik berupa undang-undang atau kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemrintah
lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak merugikan). Manakala
ada rancangan undang-undang/kebijaksanaan atau program yang merugikan
kelompoknya dan menguntungkan kelompok lain, dengan berbagai cara mereka akan
berusaha menghalang-halangi.
Kelompok penekan,
kadang-kadang muncul lebih dominan dibanding dengan partai politik, manakala
partai politik peranannya tidak bisa lagi diharapkan untuk mengangkat isu
sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi inilah yang mendorong kelompok penekan
tampil kedepan sebagai alternatif terkemuka. Untuk memperbesar pengaruh, mereka
acapkali berusaha menciptakan image masyarakat yang baik terhadap kelompoknya,
yakni dengan menampilkan program-program kemasyarakatan berupa aksi sosial,
aksi politik guna menumbuhkan kesadaran politik masyarakat. Tidak jarang mereka
menampilkan aktivitas rekreatif, olahraga dan kepemudaan serta menerbitkan
laporan-laporan kegiatannya dalam media massa. Hal ini dilakukan untuk
menciptakan pendapat umum yang menguntungkan kelompoknya.
Media Komunikasi Politik (Political Communication Media)
Media komunikasi politik
merupakan salah satu instrumen politik yang dapat berfungsi untuk menyampaikan
informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat
maupun sebaliknya. Media komunikasi antara lain berupa surat kabar, telefon,
faximile, internet, televisi, radio, film, dan sebagainya dapat memainkan peran
penting terhadap penyampaian informasi serta pembentukan/mengubah pendapat umum
dan sikap politik publik.
Ada beberapa terori
komunikasi yang membahas tentang peranan komunikasi yang membahas tentang
peranan komunikasi massa dalam pembangunan.
No
|
Teori Komunikasi
|
Uraian / Keterangan
|
1.
|
Null
|
Peranan komunikasi sedikit
sekali maknanya atau bahkan tidak penting sama sekali, justru faktor-faktor
yang betul penting dalam pembangunan adalah faktor ekonomis, dan
faktor-faktor lain seperti pendidikan, kemajuan kebudayaan, stabilitas
politik dan komunikasi massa dianggap tidak relevan bahkan tergantung pada
perkembangan ekonomi.
|
2.
|
The Enthusiastic
Positition (Pandangan Antusias)
|
Komunikasi media massa
mempunyai peranan yang menentukan dalam perjuangan mencapai perdamaian dan
kemajuan kemanusiaan dalam setiap lingkup kegiatan. Bahkan potensi komunikasi
massa dianggap sebagai kunci ajaib bagi seluruh proses pembangunan.
|
3.
|
The Coutious
Position (Pandangan Hati-hati)
|
Komunikasi massa tidaklah
terlalu besar pengarusnya (omnipotent)
yaitu bahwa penyebaran pesan-pesan (messages)
melalui media massa itu tidak menjamin akan timbulnya perhatian, penelaahan,
perubahan sikap atau tindakan, terhadap pesan itu; dan bahwa faktor sosial
budaya dapat menghalangi, mengaburkan atau bahkan menghapus sama sekali
pesan-pesan media itu.
|
4.
|
The Pragmatic
Posisition (Pandangan Pragmatis)
|
Komunikasi massa harus
mampu menyesuaikan diri dengan berbagai macam data dan hipotesa dari segala
situasi dan kultural. Ia mengakui bahwa media massa mungkin saja tidak
berpengaruh, meskipun berpengaruh tetapi terbatas atau sangat berpengaruh,
tergantung pada kondisi-kondisi yang ada. Ia tidak menolak kemungkinan efek-efek
media yang langsung maupun tidak langsung melalui orang-orang yang
berpengaruh besar, kemungkinan efek-efeknya yang segera bisa diukur maupun
efek-efek jangka panjang melalui pertambahan yang hampir-hampir tidak dapat
dilihat.
|
Tokoh
Politik (Political Figure)
Pengangkatan tokoh-tokoh
politik merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota
masyarakat dari berbagai sub-kultur, keagamaan, status sosial, kelas dan atas
dasar isme-isme kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan
mereka pada peranan-peranan khusus dalam sistem politik. Bagi aktor-aktor
politik itu sendiri, pengangkatan diri mereka selalu melalui proses, yaitu :
a) Transformasi dari
peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi dimana mereka menjadi cukup
berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus.
b)
Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang
selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup mampu
untuk mengemban tugas seperti itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik
persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada mereka.
Faktor
sebab dan akibat yang dapat berpengaruh dalam proses pengangkatan tokoh-tokoh
politik adalah sebagai berikut :
Pengangkatan Tokoh-Tokoh Politik
|
|
Faktor Sebab
|
Faktor Akibat
|
Pengangkatan tokoh-tokoh
politik akan menentukan kesempatan bagi partisipasi politik dan kesempatan
untuk mendapatkan status. Ia juga akan mempengaruhi segala bentuk
kebijaksanaan umum yang akan dike-luarkan, mempercepat atau memperlambat
pertumbuhan dan perubahan sosial, mempe-ngaruhi distribusi kekuasaan dan
prestise sosial, serta stabilitas sistem itu sendiri.
|
Mengambarkan sistem nilai
di dalam masya-rakat serta derajat konsistensi dan kontradik-sinya, derajat
dan tipe representativitas sistem tersebut, dasar-dasar stratifikasi sosial
dan artikulasinya dengan sistem politik, serta struktur dan perubahan di
dalam peranan-peranan politik yang berlangsung.
|
Di dalam benak masyarakat
sering timbul pertanyaan apakah pengangkatan tokoh-tokoh politik akan
berpengaruh besar terhadap pembangunan dan perubahan ?. Pada umumnya
pengangkatan tokoh-tokoh politik akan memberikan angin segar dalam memaparkan
beberapa komponen perubahan dalam segala bentuk dan manifestasinya. Hal lain,
nampaknya pada negara-negara berkembang menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi dari pola agraris ke arah ekonomi
yang bertumpu pada kekuatan industri.
Pengangkatan tokoh-tokoh
politik akan berakibat terjadinya pergeseran disektor infrastruktur politik,
organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok kepentingan serta derajat
politisasi dan partisipasi masyarakat. Hal ini mungkin saja terjadi, manakala
terciptanya iklim yang kondusif dalam proses sosialisasi politik, pemberian
kesempatan kerja dan usaha yang adil dan merata di semua lapisan masyarakat.
Menurut Lester G.
Seligman, bahwa proses pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berkaitan
dengan beberapa aspek yakni :
- Legitimati elit politik,
- Masalah kekuasaan,
- Representativitas elit politik, dan
- Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.
Di negara-negara demokrasi pada umumnya,
pengangkatan tokoh-tokoh politik dilakukan melalui pemilihan umum. Hal ini akan
berbeda jika dilaksanakan di negara-negara totaliter, diktator atau otoriter.
Kriteria dan persyaratan politik lain dalam sistem politik masyarakat yang
sudah maju adalah “representativitas”. Tugas-tugas politik diluncurkan
sekaligus didesak oleh beberapa kelompok yang berpengaruh dan memiliki
wakil-wakilnya, seperti juru bicara dan wali-wali lainnya yang berperan dalam
sistem. Pada negara-negara yang sedang berkembang pengelompokan masih
didasarkan atas persamaan daerah, suku bangsa, bahasa dan agama. Ada juga yang
berdasarkan persamaan profesi, dan keahlian tertentu.
Supra
Struktur Politik
Di dalam kehidupan sehari-hari, antara suasana
kehidupan politik rakyat (the
social-political sphere) dan suasana kehidupan politik pemerintah (the governmental political sphere) kedua
bidang kehidupan tersebut hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.
Demikian juga antara infrastruktur politik dan supra struktur politik di dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam sistem politik negara.
Supra struktur politik (elit
pemerintah), merupakan mesin politik resmi di suatu negara sebagai
penggerak politik formal. Kehidupan politik pemerintah bersifat kompleks,
karena akan bersinggungan dengan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi dan
wewenang/kekuasaan antara lembaga yang satu dengan lainnya. Suasana ini pada
umumnya dapat diketahui di dalam konstitusi atau undang-undang dasar dan
peraturan perundangan-undangan suatu negara
Perihal yang menduduki kekuasaan pada supra struktur
politik di suatu negara, secara umum dapat dilihat berikut ini.
Supra Struktur Politik
|
|
Pada Negara Monarki
|
Pada Negara
Republik
|
Kelompok elit pemerintah
biasanya dikuasi oleh keluarga bangsawan, atau oleh suatu kabinet manakala
raja/ratu berperan sebagai lambang kebesaran atau sebagai alat pemer-satu.
Kabinet /dewan menteri dapat dibentuk berdasarkan pemilu atau karena restu
raja/ ratu, tergantung tingkat pendemokrasiannya. Raja atau ratu sebagai elit
politik kedudukan-nya adalah turun temurun.
|
Tidak sedikit elit politik
bersifat diktator, karena kekuasaannya dipegang sendiri atau direkayasa untuk
memegang jabatan pemerin-tahan. Namun juga banyak yang bersifat demokratis.
Hal ini sangat tergantung pada Konstitusi/UUD-nya yang mengatur pemba-gian
kekuasaan di suatu negara. Lembaga-lembaga kekuasaan inilah yang memegang kendali
pemerintahan dalam arti luas.
|
Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada
umumnya elit politik pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana
undang-undang), legislatif (pembuat undang-undang), dan yudikatif
(yang mengadili pelanggaran undang-undang) dengan sistem pembagian kekuasaan
atau pemisahan kekuasaan.
Untuk terciptanya dan
mantapnya kondisi politik negara, maka supra struktur politik harus memperoleh
dukungan dari infra struktur politik yang mantap pula. Rakyat, baik secara berkelompok
berupa partai politik atau organisasi kemasyarakatan, maupun secara individual
dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya. Dengan
demikian berarti bahwa sistem politik dan juga mekanisme pemerintahan (government mechanism) dapat memenuhi
fungsinya, manakala :
a)
Sistem politik mampu mempertahankan pola, dalam arti dapat mempertahankan
tata cara, kebiasaan-kebiasaan, norma-norma dan prosedur-prosedur yang berlaku.
Pola ini dapat dipertahankan apabila rakyat menerima dan meyakini, sedangkan
penerimaan dan pengakuan sesuatu pola dalam satu sistem politik tergantung
diikutsertakan/diwakili tidaknya rakyat dalam mekanisme pemerintahan tersebut.
b) Sistem politik mampu
menyelesaikan ketegangan, dalam arti dapat mendamaikan perselisihan, konflik
dan perbedaan pendapat yang selalu timbul dalam masyarakat dengan cara dan
prosedur yang sedapat mungkin memuaskan semua pihak. Cara-cara penyelesaian
berupa konsultasi, perundingan/negosiasi dan pencairan alternatif terbaik,
melalui musyawarah untuk mufakat merupakan cara penyelesaian yang sangat
menguntungkan semua pihak untuk menyelesaikan ketegangan.
c) Perubahan-perubahan, dalam
arti memiliki kemampuan adaptasi yang besar untuk menyesuaikan diri dengan
perkembangan-perkembangannya yang terjadi baik di dalam negeri maupun dalam
rangka hubungan internasional yang bersifat interdependesi dan interrelasi
antar negara.
d) Sistem politik harus mampu
mewujudkan tujuan nasional, dalam arti kristalisasi keinginan anggota
masyarakat menjadi tekad yang harus dicapai dan menentukan cara untuk mencapai
tujuan itu. Hal ini bisa berupa Garis-garis Besar Haluan Negara dan peraturan
perundang-undangan lainnya sebagai dasar yuridis formal dalam upaya meraihnya.
e) Sistem politik harus mampu
mengintegrasikan dan menjamin keutuhan seluruh sistem sosial, karena ancaman,
hambatan terhadap sistem sosial yang berupa rasa ketidakpuasan, keresahan,
ketegangan, perpecahan/disentegrasi merupakan masalah yang harus diselesaikan
oleh sistem politik itu sendiri.
Supra Struktur politik di
negara Indonesia sejak bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998 sampai dengan
tahun 2006, telah membawa perubahan besar di dalam sistem politik dan
ketatanegaraan republik Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai “Era
Kebangkitan Demokrasi”. Presiden B.J. Habibie dalam pidato kenegaraan di
hadapan DPR/MPR pada tanggal 15 Agustus 1998, antara lain menyebutkan :
a) Esensi Reformasi Nasional,
adalah koreksi terencana, melembaga dan berkesinambungan terhadap seluruh
penyimpangan yang telah terjadi dalam bidang ekonomi, politik dan hukum.
b) Sasarannya, adalah agar
bangsa Indonesia bangkit kembali dalam suasana yang lebih terbuka, lebih
teratur dan demokratis. Penetapan sasaran ini dilandasi oleh kesadaran bahwa
“penyakit utama” rezim Orde Baru adalah dikenal Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) yang telah terbukti mengakibatkan lemahnya daya tahan bangsa dan negara
di segala bidang, terutama bidang ekonomi, politik dan hukum.
Program reformasi yang
digulirkan oleh pemerintahan B.J. Habibie (sebagai peletak dasar) dan K.H.
Abdurahman Wahid (sebagai penerus), dalam bidang politik dapat disebutkan
sebagai berikut :
Strategi /Kebijaksanaan
|
Keterangan / Tindak Lanjut
|
Menegakkan kembali demokrasi yang bertumpu pada partisipasi aktif
rakyat. Pemberian ruang gerak yang luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan
pendapat secara lisan maupun tulisan yang diwujudkan antara lain dalam bentuk
:
a. pembentukan partai-partai
politik dan organisasi lainnya.
b. Kebebasan unjuk
rasa/demonstrasi dalam menyampaikan aspirasi.
Menciptakan pemerintahan
yang bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab dengan cara :
a.
bersih dari
praktik-praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
b.
memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara adil dan merata.
|
a. Dikeluarkannya UU No. 2/1999 tentang “Partai
Politik”.
b. Dikeluarkannya UU No.
9/1998 tentang “Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat”
a. Dikeluarkannya Ketetapan
MPR No.IX/ MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas
KKN”.
b. Keluarnya UU No. 5/1999
tentang “Pega-wai Negeri yang menjadi anggota Partai Politik”.
|
Reformasi di bidang politik dan hukum
ketatanegaraan, yaitu dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945
selama 4 (empat kali) dari tahun 1999 – 2002. Amandemen pertama, disahkan (19
Oktober 1999), kedua (18 Agustus 2000), ketiga (10 November 2001) dan keempat
(10 Agustus 2002). Adanya amandemen UUD 1945 tersebut, telah merubah struktur
supra politik di Indonesia sebagai berikut :
Sebelum Amandemen
|
Setelah Amanden
|
Lembaga Tertinggi Negara :
Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR)
Lembaga Tinggi Negara :
1. Presiden
2. Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)
3. Dewan Pertimbangan Agung
(DPA)
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
5. Mahkamah Agung
|
Lembaga Negara :
1. Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR)
2. Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)
4. Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK)
5. Mahkamah Agung
6. Mahkamah Konstitusi
|
C. PERBEDAAN
SISTEM POLITIK DI BERBAGAI NEGARA
- Pendekatan Sistem Politik Negara
Untuk mengetahui
adanya perbedaan sistem politik diberbagai negara, terlebih dahulu perlu
dipahami fungsi dari sistem politik tersebut. Terdapat
3 (tiga) fungsi politik yang tidak secara langsung terlibat dalam pembuatan dan
pelaksanaan pemerintahan (public policy), tetapi sangat penting dalam
menentukan cara bekerjanya sistem
politik, yaitu sebagai berikut :
a)
Sosial Politik. Setiap sistem
politik merupakan fungsi pengembangan dan memperkuat sikap-sikap politik
di kalangan penduduk umum, bagian-bagian dari penduduk, atau melatih rakyat
untuk menjalankan peranan-peranan politik, administratif, dan judicial
tertentu. Fungsi ini melibatkan keluarga, sekolah, media komunikasi, lembaga
keagamaan, pekerjaan dan berbagai struktur politik.
b)
Rekrutmen Politik (Political
Recruitment). Rekrutmen merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan
politik dan masa jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media
kemunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan
tertentu, pendidikan dan ujian.
c)
Komunikasi Politik. Komunikasi Politik merupakan jalan mengalirnya
informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam
sistem politik.
Setiap negara memiliki sistem politik yang
berbeda-beda. Oleh sebab itu, dalam mempelajari proses politik suatu negara diperlukan
beberapa pendekatan sebagai berikut
No
|
Pendekatan
|
Uraian / Keterangan
|
1.
|
Pendekatan Sejarah
|
Sistem
politik dipelajari dari sejarah bangsa. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
pendekatan ini, yakni masa silam (the past), masa sekarang (the present), dan masa yang akan datang (the future).
|
2.
|
Pendekatan Sosiologis
|
Untuk
mempelajari sistem politik suatu negara perlu mempelajari sistem
sosial/sistem kemasyarakatan yang ada di suatu negara. Perbedaan-perbedaan
sistem sosial akan mempengaruhi terhadap sistem politik suatu negara.
|
3.
|
Pendekatan Kultural / Budaya
|
Pendekatan
ini diliihat dari pendidikan dan budaya masyarakatnya. Suatu masyarakat yang
anggota-anggotanya telah terdidik dan mempunyai budaya yang tinggi akan
berpengaruh terhadap suatu sistem politik dari negara tersebut. Suatu
masyarakat yang pendidikan dan budayanya masih rendah akan merupakan hambatan
untuk dibawa ke arah pengembangan suatu sistem politik yang modern.
|
4.
|
Pendekatan Psycho-Sosial /
Kejiwaan masyarakat
|
Dalam
pendekatan dilihat dari sikap-sikap masyarakat yang akan berpengaruh terhadap
sikap-sikap politik. Suatu masyarakat yang tertutup atau menolak, terhadap
segala perubahan atau pengaruh luar, akan mempengaruhi sistem politik
sehingga sistem politik itu pun akan bersifat tertutup.
|
5.
|
Pendekatan Filsafat
|
Dalam pendekatan ini dibicarakan tentang filsafat
yang menjadi way of life dari masyarakat atau bangsa itu. Sistem politik suatu bangsa/negara akan sulit
dipisahkan dari way of life masyarakat/
bangsanya. Suatu masyarakat yang dalam hidupnya selalu mengutamakan
kepentingan-kepentingan masyarakat dan pola pikir yang menjunjung tinggi
norma-norma adat dan agama maka sistem politiknya tidak akan kepas dari
filsafat yang dianut oleh masyarakat/bangsanya.
|
6.
|
Pendekatan Ideologi
|
Di
dalam pendekatan ini, suatu sistem politik dilihat dan dipelajari dari
ideologi bangsa/negara yang berlaku di dalam negara itu. Ideologi sebagai
ajaran yang dihasilkan oleh pemikiran manusia tentang konsep-konsep politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Dengan kata lain, sistem politik tidak bisa lepas
dari doktrin politik, sosial, ekonomi dan budaya yang telah diterima oleh
sebagian besar rakyatnya.
|
7.
|
Pendekatan Konstitusi dan Hukum
|
Dalam
pendekatan ini, suatu sistem politik dilihat dari konstitusi dan undang-undang
serta hukum yang berlaku di dalam negara itu. Jadi, suatu sistem politik
tidak bisa dipisahkan dari konstitusi
negara atau hukum yang berlaku dalam negara itu. Dengan demikian, segala
kegiatan dari suatu sistem politk akan selalu bersumber dan berpedoman kepada
undang-undang dasar dan undang-undang yang dapat mencerminkan apakah sistem
politik yang berlaku di negara itu demokratif atau kediktatoran.
|
- Perbedaan Sistem Politik Negara
Untuk memahami tentang
perbedaan sistem politik yang ada pada setiap negara, bukanlah sesuatu yang
mudah. Perlu waktu untuk mengadakan studi mendalam tentang apa dan bagaimana
suatu negara dijalankan dengan sistem politik yang dianutnya. Berikut ini akan
disajikan 3 (tiga) contoh negara yang diharapkan dapat mewakili dari komunitas
negara-negara yang ada di dunia, yaitu : a) Sistem politik negara Inggris
(liberal), b) Sistem politik negara Republik Rakyat China (Komunis), dan c)
Sistem politik negara Indonesia.
a) Sistem Politik Negara Inggris
No
|
Faktor
Yang Mempengaruhi
|
Uraian
/ Keterangan
|
1.
|
Latar Belakang Sejarah
|
Masyarakat
Inggris sejak abad 19, mulai merubah bentuk ekonominya dari ekonomi pertanian
dan kerajinan tangan menjadi masyarakat industri modern. Para politisi mulai
menyesuaiakan sistem politik dan pemerintahannya dengan membuat undang-undang
pembaharuan (reform acts) yang
disahkan pada tahun 1918. Inggris juga dihadapkan pada masalah upaya
membangun kesejahteraan warganegaranya dan persaingan sebagai negara industri
muda dengan negara Amerika Serikat, Jerman dan Jepang.
|
2.
|
Kondisi Sosiologis
|
Kondisi
masyarakat Inggris yang semula agraris feodal, dengan cepat menyesuaikan
menjadi masyarakat industri modern. Oleh sebab itu, masyarakat Inggris dalam
waktu cepat mampu bersaing dengan negara –negara lain yang lebih dahulu
merintis ke arah industrialisasi. Hal ini dapat difahami, karena sesungguhnya
masyarakat Inggris adalah bangsa yang paling ”bersifat kekotaan” atau urban.
Meskipun demikian, masyarakat Inggris tetap menghendaki sistem monarki dengan
satu raja dan banyak bangsa.
|
3.
|
Kondisi Kultural/ Budaya
|
Sebagian
masyarakat Inggris memiliki tingkat pendidikan dan kesejateraan yang baik.
Mereka dikenal sebagai masyarakat yang disiplin dan taat pada aturan.
Nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan perasaan-perasaan dari kebudayaan
politik diwariskan dari generasi ke generasi melalui suatu rangkaian
pengalaman dalam keluarga, di sekolah dan ditempat kerja. Pandangan-pandangan
politik sekarang, merupakan pencerminan sikap yang mereka pelajari semasa
kanak-kanak dan sikap-sikap yang berkembang sesudah dewasa.
|
4.
|
Kondisi Psycho-Sosial /
Kejiwaan masyarakat
|
Mayoritas
masyarakat Inggris sangat menghormati simbol-simbol kekuasaan negara, seperti
ratu/raja, lembaga pemerintah, dan lain-lain. Mereka sangat setia kepada
wewenang kekuasaan politik dan senantiasa menunjukkan ketaatannya kepada
undang-undang politik azasi.
|
5.
|
Pedoman Filsafat
|
Masyarakat
Inggris akan sangat mendukung rejim yang berkuasa, manakala para penguasa
juga mentaati undang-undang politik asasi, dan jika dilanggar maka akan
mengahadapi perlawanan. Konsep kejahatan politik atau ”kejahatan melawan
negara”, hampir tidak dikenal. Siapapun orangnya yang melanggar undang-undang
dianggap anti sosial, sehingga orang yang jahat sangat tercela dan dianggap
melawan masyarakat.
|
6.
|
Paham atau Ideologi yang diterapkan
|
Penerapan
ideologi negara Inggris yang juga pada umumnya dianut oleh negara-negara
Eropa (Barat) adalah ideologi liberal. Masyarakat Inggris dalam kehidupan
sehari-hari sangat menghormati kebebasan dan hak-hak asasi manusia. Meskipun
simbol kebebasan ada dalam berbagai bidang kehidupan, namun mereka sangat
mematuhi peraturan perundang-perundangan. Negara Inggris tidak memiliki
konstitusi tertulis, namun jika terjadi perdebatan atas tindakan pemerintah,
biasanya diselesaikan oleh kekuatan politik terkuat. Kekuasaan pemerintah
Inggris tergantung pada raja/ratu, akan tetapi raja/ratu tersebut hanya
berperan sebagai simbol kolektif bagi lembaga-lembaga pemerinah dalam sistem
Inggris.
|
7.
|
Pedoman Konstitusi dan Hukum
|
Kekuasaan
pemerintah Inggris lebih banyak dibatasi oleh konvensi (hukum tidak tertulis)
dari pada hukum formal. Rakyat hidup dalam ketenangan dan kepastian hukum
karena pemerintah memberikan perlindungan hukum yang baik dan penghormatan
terhadap hak-hak asasi warganegaranya. Aparat penegak hukum tidaklah merasa
sebagai wasit yang senantiasa mengawasi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah maupun warganya. Aturan yang dibuat, ditaati oleh semua komponen
elit politik, pemerintah maupun masyarakat demi jaminan keamanan dan
kesejahteraan bersama.
|
Dalam struktur politik
pemerintahan Inggris, pemegang peranan politik pusat digolongan dalam 3 (tiga)
bagian, yaitu : para menteri kabinet, para pegawai negeri senior, dan para
pegawai tidak tetap lainnya. Para pemegang peranan politik pusat, pengalaman/senioritas
sangat dihargai. Bagi seseorang yang ingin ke jenjang karier politik, harus
sejak muda mengarah ke jalan karier itu. Pada awalnya, karir seseorang harus
memperoleh peranan politik pusat, kemudian secara perlahan-lahan menghimpun pengalaman
dan senioritas di samping kecakapan.
Penyelenggaraan pemerintah,
dilaksanakan oleh kabinet (Perdana menteri dan dewan menteri) serta parlemen
yang terdiri dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Peranan parlemen dalam
merumuskan kebijaksanaan pemerintah dibatasi, karena cara bekerjanya diawasi
oleh kabinet. Sedangkan Perdana Menteri dapat memastikan bahwa setiap usul yang
diajukan oleh pemerintahnya akan diputuskan dalam parlemen tepat pada waktu
yang telah ditetapkan, dan disetujui dalam bentuk yang dikehendaki oleh
parlemen.
Dalam hal komunikasi
politik, media massa televisi dan pers, merupakan industri yang besar dan
kompleks, karena dijadikan sebagai saluran-saluran komunikasi politik yang
sangat terpusat tetapi kompetitif. Dan untuk itu, masyarakat umum mempercayai
kejujuran media siaran itu. Baik koran, radio maupun televisi sangat
mempengaruhi pola perilaku politik masyarakat. Antara politisi dan pers sudah
terjalin komukasi yang baik, satu sisi wartawan membutuhkan politisi untuk
menjadi sumber berita; disisi lain para politisi juga membutuhkan wartawan
untuk mempublikasikan pandangan-pandangan dan diri mereka sendiri.
b) Sistem Politik Negara Republik Rakyat Cina (RRC)
No
|
Faktor
Yang Mempengaruhi
|
Uraian
/ Keterangan
|
1.
|
Latar Belakang Sejarah
|
Proses
kehidupan sistem politik di China, merupakan produk revolusi antara tahun
1911 s.d. 1949. Revolusi pertama (1911), menggantikan sistem kerajaan yang
telah bertahan berabad-abad. Revolusi kedua (1928), dibentuk pemerintah pusat
yang baru di bawah Kuomintang dengan dominasi satu partai yang lebih
bersemangat, terorganisir, dan terpusat. Revolusi ketiga (1949), menjadikan
Partai Komunis Cina (PKC) sebagai penguasa dan membentuk pemerintahan komunis
sampai dengan sekarang.
|
2.
|
Kondisi Sosiologis
|
Pada
masyarakat Cina tradisional, lembaga-lembaga sosial yang dominan adalah
keluarga; setiap individu harus menyesuaikan tindakan-tindakan mereka demi
pemeliharaan dan kemakmuran unit itu. Mereka mengakui wewenang kekuasaan para
pemimpinnya atas tingkah laku sosial mereka. Wewenang kekuasaan politik, pada
tingkat apapun, adalah lebih tinggi daripada tuntutan unsur-unsur dalam
masyarakat. Kesetiaan harus diarahkan pada kepentingan kolektif dan bukan
pada ikatan-ikatan pribadi.
|
3.
|
Kondisi Kultural/ Budaya
|
Pemerintah
Cina sejak tahun 1949, telah mengupayakan pendidikan sabagai salah satu alat
yang paling efektif untuk mengubah sikap politik orang-orang Cina. Pemerintah
berkepentingan dengan pendidikan, karena dapat mempermudah melakukan
mekanisme kontrol dalam mengendalikan warganegara yang mencapai usia sekolah.
Melalui pendidikan, masyarakat ikut menanggung beban sosialisasi dan
menciptakan masyarakat yang melek huruf sebagai syarat pendidikan politik dan
keterlibatan politik. Pemerintah menyadari bahwa beban penduduk yang besar
dengan corak agraris, perlu kerja keras dalam memajukan warganegaranya.
|
4.
|
Kondisi Psycho-Sosial /
Kejiwaan masyarakat
|
Negara
Cina yang memiliki wilayah dan penduduk terbesar di dunia, sebelum menjadikan
Partai Komunis Cina berkuasa selalu dilanda perang saudara. Hal ini
menyebabkan negara menjadi lemah dan banyak mengalami penyerbuan bangsa
asing. Namun dewasa ini, dengan kepercayaan diri yang tinggi telah mampu
berada dalam suatu posisi menguasai pengaruh atas suatu wilayah yang sangat
luas dan penting. Mereka juga bangga telah memiliki kekayaan budaya yang
tinggi yang telah diwariskan oleh para pendahulunya.
|
5.
|
Pedoman Filsafat
|
Mayoritas
masyarakat Cina memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Mereka
memiliki keyakinan bahwa mobilisasi dan perjuangan adalah inti dari
politik. Sifat-sifat seperti militer
--antusiasme, kepahlawanan, pengorbanan, dan usaha bersama – mendapatkan
nilai yang tinggi. Azas percaya diri sendiri mempunyai implikasi nasional
maupun internasional. Dalam dukungan internasional, meskipun mereka
bersimpati, namun mereka tetap menegaskan bahwa setiap gerakan harus
bersandar pada sumber-sumber dayanya sendiri demi mencapai tujuannya.
|
6.
|
Paham atau Ideologi yang diterapkan
|
Sistem
komunis timbul secara langsung dari periode revolusioner yang bukan
diciptakan oleh kaum komunis. Revolusi Cina telah berlangsung selama
berpuluh-puluh tahun sebelum partai komunis menjadi kekuatan yang besar dalam
politik Cina dan mulai menguasai pemerintahannya. Tidak dapat disangkal bahwa
Uni Soviet mempunyai pengaruh kuat melalui penyebaran Marxisme-Leninisme.
Anti imperialisme merupakan unsur paling kuat dalam pembentukan ideologi
komunis. Penindasan oleh bangsa asing harus dihapuskan dan menjadikan
Marxisme-Leninisme sebagai suatu gagasan yang secara langsung relevan dengan
kenyataan kehidupan politik Cina.
|
7.
|
Pedoman Konstitusi dan Hukum
|
Berdasarkan
Konstitusi tahun 1954, organ wewenang negara tertinggi dan pemegang wewenang
legislatif satu-satunya dalam sistem politik negara adalah ”Konggres Rakyat
Nasional” (KRN). KRN merupakan badan perwakilan yang terdiri dari wakil-wakil
yang dipilih oleh konggres tingkat provinsi, angkatan bersenjata, dan
orang-orang Cina perantauan. KRN merupakan forum proses politik untuk
mempelajari, mendukung, dan mengesahkan tindakan-tindakan pimpinan pusat yang
melambangkan dukungan rakyat. Selain KRN, organ administratif utama dalam
struktur politik negara adalah Dewan Negara yang terdiri dari Perdana Menteri,
Wakil-wakil Perdana Menteri dan kepala-kepala dari semua kementerian dan
komisi. Mereka merupakan pusat kekuasaan negara yang sesungguhnya. Sedangkan
Mahkamah Rakyat Tertinggi dan Kejakasaan Rakyat Tertinggi, berdasarkan
konstitusi merupakan organ-organ pengadilan yang menyelidiki masalah-masalah
dan memberikan putusan pengadilan. Kejaksaan mempunyai kekuasaan yang bebas,
termasuk penyelidikan, penuntutan, dan pengawasan secara umum terhadap semua
organ negara, termasuk pengadilan-pengadilan.
|
Dalam menumbuhkan peran serta masyarakat di bidang
politik, penguasa komunis berusaha menciptakan kehidupan masyarakat yang sesuai
dengan norma-norma sosialisasi politik yang diciptakannya. Hal ini dilakukan
oleh para penguasa dengan cara mulai meninggalkan tradisi keluarga yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai komunisme, menetapkan persamaan hukum antara
laki-laki dan wanita, melaksanakan pendidikan umum dan membangun jaringan
komunikasi. Jaringan komunikasi yang mencakup berbagai jenis dan isi pesan (message), merupakan usaha partai atau
negara secara resmi yang isinya dan pengelolaannya dikendalikan oleh para
penguasa pusat.
Sebagian besar jaringan komunikasi sangat
dipengaruhi oleh ideologi resmi yang merupakan mekanisme penyatuan bagi yang
menyetujui dan yang tidak menyetujui. Jaringan komunikasi lebih banyak
ditujukan kepada elite atau sub-elite yang memahami perbincangan ideologi dan
merasa ikut bertanggung jawab menerapkannya, menurut kondisi masing-masing
daerah kepada seluruh rakyat. Sistem komunikasi merupakan alat komunikasi yang
paling efektif dalam memperluas pengetahuan tentang politik dan meningkatkan
kepekaan terhadap soal-soal politik.
Penguasa komunis juga berupaya mengikutsertakan
setiap warganya dalam kegiatan politik secara teratur dan terorganisir,
terutama melalui gerakan-gerakan masa, perwakilan tingkat rendah, keanggotaan
dalam organisasi masa, dan partisipasi dalam pengelolaan unit-unit produksi dan
unit-unit pemukiman. Untuk kepentingan kaderisasi calon-calon pemimpin komunis,
dilakukan rekruitmen aktivis, kader dan anggota partai. Mereka diambil dari
organisasi partaim lokal dan para aktivis dilingkungn kekuasaan. Masuk menjadi
anggota PKC merupakan tindakan yang menentukan dalam rekruitmen politik yang
pada gilirannya akan memperoleh promosi dan kekuasaan.
c) Sistem Politik Negara Republik Indonesia
No
|
Faktor
Yang Mempengaruhi
|
Uraian
/ Keterangan
|
1.
|
Latar Belakang Sejarah
|
Terjadinya
negara kesatuan republik Indonesia telah melalui perjalanan politik yang
panjang. Bangsa Indonesia harus menghadapi kolonial Belanda selama lk. 350
tahun, dan bala tentara Jepang selama lk. 3,5 tahun untuk mewujudkan
Proklamasi Kemerdekaan yang akhirnya terwujudnya pada tanggal 17 Agustus
1945. Pasca proklamasi kemerdekaan, para pemimpin Indonesia terlibat dalam
proses politik dengan mencari format berdasarkan demokrasi Pancasila. Namun
dalam perjalannya mengalami pasang surut politik kenegaraan, karena pernah
diterapkan demokrasi liberal (1949 - 1955), demokrasi terpimpin (1955 – 1965)
dan selanjutnya adalah demokrasi Pancasila.
|
2.
|
Kondisi Sosiologis
|
Kondisi
bangsa Indonesia yang pernah mengalami penjajahan, sangat merasakan
penderitaan dan keterbelakangan dalam berbagai bidang kehidupan. Masyarakat
Indonesia yang multi bangsa, agama, ras dan antar golongan telah dipersatukan
dalam kesatuan politik dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sangat disadari
bahwa banyaknya perbedaan akan membawa konsekuensi terjadinya konflik sosial
vertikal maupun horizontal. Dengan demikian, upaya saling menghormati dan
kerja sama dalam membangun kerukunan hidup penting untuk ditegakkan.
|
3.
|
Kondisi Kultural/ Budaya
|
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibangun atas dasar sendi-sendi multi kultural,
berbeda-beda suku, agama, ras dan antar golongan. Semangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, serta rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara telah tertanam di dada setiap
warga negara. Budaya musyawarah, toleransi, gotong royong dan saling
menghormati telah dapat diwariskan kepada generasi mendatang baik sebagai
anggota masyarakat maupun calon pemimpin bangsa melalui jalur-jalur
pendidikan formal, in-formal, maupun nor-formal.
|
4.
|
Kondisi Psycho-Sosial /
Kejiwaan masyarakat
|
Bangsa
sebelum menjadikan Pancasila sebagai dasar negara selalu dapat dipecah belah
oleh bangsa lain. Hal ini menyebabkan negara pernah mengalami penjajahan dari
kolonial Belanda maupun Jepang. Dengan semangat pantang menyerah, rela
berkorban dan cinta tanah air bangsa Indonesia mampu sejajar dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa Indonesia secara politik dan dinyatakan
di dalam Pembukaan UUD 1945, sangat menentang segala mecam bentuk penjajahan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan.
|
5.
|
Pedoman Filsafat
|
Negara
Indonesia sebagai salah satu negara yang merdeka dan berdaulat, berhak
menentukan pandangan hidup, cita-cita dan tujuan negaranya. Pandangan hidup
bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita dan tujuannya. Pancasila dalam
sistem politik Indonesia, telah dijadikan dasar dan motivasi dalam segala
sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasionalnya sebagaimana terkandung di dalam
Pembukaan UUD 1945.
|
6.
|
Paham atau Ideologi yang diterapkan
|
Ideologi
negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, akan selalu dikaitkan dengan
proses politik dalam pengaturan penyelengga-raan pemerintahan negara yang
meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Hal ini akan dituangkan di dalam konstitusi negara dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Dalam struktur politik, Pancasila menjadi sumber
segala sumber hukum yang berarti semua peraturan perundang-undangan harus
bersumber pada Pancasila.
|
7.
|
Pedoman Konstitusi dan Hukum
|
Berdasarkan
Konstitusi UUD 1945 (amandemen), implementasi demokrasi Pancasila telah
memberikan kekuasaan yang besar kepada Presiden. Sejak pemilu 2004, presiden
dipilih oleh rakyat sehingga tanggung jawab besarnya adalah kepada rakyat.
Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai kekuasaan memerintah dan
melaksanakan undang-undang dengan pengawasan dari legislatif (DPR). Dalam
sistem politik, DPR berhak menyuarakan aspirasi dan tuntutan-tuntutan rakyat
yang diwakilinya. Oleh karena DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden, maka
dalam menjalankan kebijaksanaan politiknya kepada eksekutif perlu
memperhatikan suara-suara para wakil rakyat tersebut. Pengawasan terhadap
pelaksanaan penggunaan anggaran negara oleh lembaga-lembaga penyelenggara
negara, dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK). Sedangkan dalam hal
pelaksanaan pelanggaran terhadap undang-undang akan dilakukan oleh lembaga
yudikatif (Mahkamah Agung) dan Kejaksaan Agung.
|
Negara
Indonesia dalam sistem politik, menerapkan sistem demokrasi Pancasila yang merupakan
suatu paham demokrasi yang bersumber pada pandangan hidup atau falsafah hidup
bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Dari
falsafah hidup bangsa Indonesia inilah kemudian timbul dasar falsafah negara
kita bernama falsafah negara Pancasila yang tercermin dan terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.
Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia harus dijiwai oleh sila-sila yang terkandung dalam
Pancasila. Oleh karena itu, demokrasi menurut Pancasila atau disebut Demokrasi
Pancasila adalah demokrasi yang merupakan perwujudan kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang mengandung
semangat ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun isi pokok
pelaksanaan Demokrasi Pancasila sebagai berikut :
a)
Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila
sebagaimana disebut di dalam Pembukaan UUD 1945, serta penjabarannya dalam Batang
Tubuh dan Penjelasan UUD 1945.
b)
Demokrasi ini harus
menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia.
c)
Pelaksanaan kehidupan
ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan (institusional).
Melalui kelembagaan ini diharapkan segala sesuatunya dapat diselesaikan melalui saluran-saluran
tertentu sesuai dengan UUD 1945.
d)
Demokrasi ini harus
bersendi atas hukum sebagaimana dijelaskan di dalam penjelasan UUD 1945.
Menurut
Dardji Darmadiharjo, Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi
yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup Bangsa Indonesia yang
perwujudannya seperti dalam Pembukaan UUD 1945. Makna demokrasi Pancasila pada
dasarnya adalah perluasan keikutsertaan rakyat dalam berbagai kehidupan
bermasyarakat dan kehidupan bernegara yang ditentukan dalam peraturan
perundangan yang berlaku. Aturan permainan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara diatur secara melembaga. Keinginan-keinginan rakyat dapat disalurkan,
baik melalui lembaga-lembaga negara (suprastruktur) maupun melalui
organisasi politik, organisasi masa, dan media politik lainnya (infrastruktur).
Demokrasi
Pancasila tidak hanya meliputi demokrasi dibidang pemerintahan atau politik
(demokrasi dalam arti sempit), tetapi juga telah berkembang menjadi demokrasi
dalam arti yang luas, yaitu meliputi berbagai sistem dalam masyarakat, seperti
sistem politik ekonomi, sosial dan sebagainya.
Sistem
politik Demokrasi Pancasila menghargai nilai-nilai musyawarah. Oleh karena itu, kita pun harus
memahami bagaimana tata cara bermusyawarah sebagai berikut:
a)
Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat;
b)
Tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain;
c)
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama;
d) Musyawarah harus diliputi oleh semangat kekeluargaan;
e)
Dengan itikad baik
dan rasa tanggungjawab menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah;
f)
Musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur;
g)
Keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan.
Adapun
tata cara musyawarah dalam berbagai kehidupan harus mengandung prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a)
Musyawarah bersumber
pada paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
b)
Setiap putusan yang
diambil harus selalu dapat dipertanggungjawabkan dan sama sekali tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 beserta penjelasan.
c)
Setiap peserta
musyawarah mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengeluarkan pendapat.
d) Hasil musyawarah atau setiap putusan, baik sebagai
hasil mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak harus diterima dan
dilaksanakan.
e)
Apabila cara
musyawarah untuk mufakat tidak dapat mempertemukan pendapat yang berbeda dan
hal ini sudah diupayakan berkali-kali maka dapat digunakan cara lain, misalnya
cara pengambilan dengan keputusan suara terbanyak (voting).
Cara pengambilan
suara terbanyak (voting) dalam demokrasi Pancasila dilakukan dengan
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a)
Jika jalan musyawarah
untuk mufakat sudah ditempuh secara maksimal, tetapi tidak berhasil mencapai
mufakat.
b)
Musyawarah untuk
mufakat tidak mungkin diusahakan lagi karena terjadi perbedaan pendapat dan
pendirian yang tidak mungkin lagi ditemukan atau didekatkan.
c)
Karena faktor waktu
yang mendesak sehingga harus segera diambil keputusan.
d) Sebelum dilakukan voting kepada semua peserta rapat
diberikan kesempatan untuk mempelajari pendirian-pendirian atau
pendapat-pendapat yang berbeda itu.
e)
Pengambilan keputusan
berdasarkan suara terbanyak adalah sah jika diambil dalam rapat yang dihadiri
oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) jumlah anggota rapat (quorum)
dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir memenuhi quorum.\
Setiap peserta
musyawarah hendaknya menyadari bahwa yang menjadi tugas utamanya bukan sekadar
ikut musyawarah, melainkan turut bertanggungjawab atas terlaksananya semua
keputusan musyawarah. Adapun nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap
pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut :
a)
Legawa atau berlapang dada, artinya bahwa setiap peserta
musyawarah harus secara sadar menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah
itu dengan sepenuh hati.
b)
Religuis, artinya bahwa hasil musyawarah itu harus dapat dipertanggung
jawabkan secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c)
Tenggang rasa,
artinya bahwa dalam pelaksanaan musyawarah setiap peserta harus mau mendengarkan pendapat orang lain walaupun pendapatnya
tersebut kurang berkenan dengan pendapat kita.
d) Keadilan, artinya bahwa dalam
pengambilan keputusan hendaknya setiap peserta musyawarah diperlakukan secara
adil. Maksudnya, seluruh peserta diikutsertakan secara layak sebagai peserta
lainnya.
e)
Kemanusiaan, artinya bahwa keputusan yang diambil hendaknya
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia jangan sampai merendahkan
martabat manusia.
Berikut
aspek - aspek yang terkandung dalam Demokrasi Pancasila yaitu sebagai berikut :
a) Aspek formal yaitu aspek yang mempersoalkan proses dan cara rakyat
dalam menunjuk wakil-wakil dalam badan-badan perwakilan rakyat dan pemerintahan
serta cara mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka
dan jujur untuk mencapai konsensus bersama.
b) Aspek materiil yaitu aspek yang
mengemukakan gambaran manusia dan mengakui harkat dan martabatnya dan menjamin
terwujudnya Indonesia sesuai dengan gambaran, harkat, dan martabat manusia.
c) Aspek normatif (kaidah) yaitu
aspek yang mengungkapkan seperangkat norma-norma atau kaidah-kaidah yang
menjadi pembimbing dan kriteria dalam mencapai tujuan kenegaraan.
Dalam Demokrasi
Pancasila terdapat beberapa norma penting yang harus diperhatikan, yaitu
keterbukaan, keadilan, dan kebenaran. Ketiga norma tersebut dapat menjadi
aturan permainan dalam melaksanakan Demokrasi Pancasila yang harus ditaati oleh
siapapun. Selain itu, norma tersebut harus didukung oleh aspek-aspek sebagai
berikut :
a) Aspek Optatif
Aspek ini mengetengahkan tujuan atau keinginan yang
hendak dicapai. Tujuan ini meliputi tiga hal, yaitu terciptanya negara hukum,
negara kesejahteraan, dan negara kebudayaan.
b) Aspek Organisasi
Aspek ini mempersoalkan organisasi sebagai wadah
pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang
hendak dicapai. Organisasi ini meliputi organisasi sistem pemerintahan atau
lembaga-lembaga negara dan organisasi-organisasi sosial politik di masyarakat.
c) Aspek Kejiwaan
Aspek kejiwaan dalam Demokrasi Pancasila ialah
semangat, yakni semangat para penyelenggara negara dan semangat para pemimpin
pemerintahan. Dalam jiwa Demokrasi Pancasila dikenal beberapa aspek kejiwaan,
yaitu :
a.
Jiwa Demokrasi
Pancasila pasif, yakni hak untuk mendapat perlakuan secara Demokrasi Pancasila.
b.
Jiwa Demokrasi
Pancasila aktif, yakni jiwa yang mengandung kesediaan untuk memperlakukan pihak
lain sesuai dengan hak-hak yang diberikan oleh Demokrasi Pancasila;
c.
Jiwa Demokrasi
Pancasila nasional, yakni jiwa objektif dan masuk akal tanpa meninggalkan jiwa
kekeluargaan dalam pergaulan masyarakat;
d.
Jiwa pengabdiaan,
yakni kesediaan berkorban demi menunaikan tugas jabatan yang dipangkunya dan
jiwa kesediaan berkorban untuk sesama manusia dan warga negara.
PERAN SERTA
DALAM SISTEM POLITIK DI INDONESIA
1.
Partisipasi
Politik Warga Negara
Istilah
partisipai politik diterapkan kepada aktivitas orang dari semua tingkat sistem
politik, misalnya ; pemilih (pemberi suara) berpartisipasi dengan memberikan
suaranya; menteri luar negeri berpartisipasi dalam menetapkan kebijaksanaan
luar negerinya, dan sebagainya.
Dengan
demikian, partisipasi politik dapat diartikan penentuan sikap dan
keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya,
sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut berperan serta dalam
pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban
bersama.
Beberapa pengertian Partisipasi
Politik menurut para ahli :
1)
Herbert Mc. Closky, dalam
“International Encyclopedia of The Social Science”
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara
langsung, dalam proses pembentukan kebijaksanaan umum.
2)
Norman H. Nie dan Sidney
Verba, dalam “Handbook of Political
Science”
Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal yang
sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat
negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka.
3)
Prof. Miriam Budiardjo, dalam “Dasar-Dasar Ilmu Politik”
Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik.
Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang
turut serta dalam proses pemi-lihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta –
secara langsung atau tak langsung – da-lam pembentukan kebijaksanaan umum.
a.
Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi diberbagai negara, dapat
dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan
non-konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun ilegal,
penuh kekerasan, dan revolusioner. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi
politik menurut Almond.
KONVENSIONAL
|
NON-KONVENSIONAL
|
* Pemberian Suara (voting)
* Diskusi politik
* Kegiatan kampanye
* Membentuk dan bergabung dalam
kelompok Kepentingan.
* Komunikasi individual dengan
pejabat politik/administratif.
|
* Pengajuan petisi
* Berdemonstrasi
* Konfrontasi
* Mogok
* Tindak kekerasan politik
terhadap harta benda; perusakan, pemboman, pembaka-ran.
* Tindak kekerasan politik
terhadap manu-sia ; penculikan, pembunuhan, perang gerilya /revolusi.
|
Dalam hal partisipasi politik, Rousseau
menyatakan bahwa hanya melalui
partisipasi seluruh warga negara dalam kehidupan politik secara langsung dan
berkelanjutan, maka negara dapat terikat ke dalam tujuan kebaikan sebagai
kehendak bersama.
Berbagai bentuk partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai
kegiatan warga negara yg mencakup antara lain :
a)
Terbentuknya
organisasi-organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari kegiatan
sosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan
kebijakan negara.
b)
Lahirnya Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi input terhadap kebijakan pemerintah.
c)
Pelaksanaan pemilu yang memberi
kesempatan kepada warga negara untuk dipilih atau memilih, misalnya :
berkampanye, menjadi pemilih aktif, menjadi anggota perwakilan rakyat, menjadi
calon presiden yang dipilih langsung, dan sebagainya.
d) Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah, misalnya : melalui unjuk rasa, petisi,
protets, demonstrasi, dan sebagainya.
Dari berbagai aktivitas-aktivitas ini, kita bisa melihat keberagaman
aktivitas dalam partisipasi politik. Dalam hal yang paling sederhana hingga
yang kompleks, dari bentuk-bentuk yang mengedepankan kondisi damai sampai
tindakan-tindakan kekerasan. Namun seluruh aktivitas ini termasuk dalam
kerangka partisipasi politik, setiap tindakan yang berhadapan dengan pembuat
dan pelaksana lebijakan, dan partisipan terlibat untuk mempengaruhi jalannya
proses tersebut agar sesuai kepentingan dan aspirasinya.
Di tingkat individu, secara lebih spesifik Milbrath M.L. Goel mengidentifikasi tujuh bentuk partisipasi
politik individual:
No
|
Bentuk Partisipasi
|
Uraian / Keterangan
|
1.
|
Aphatetic Inactives
|
Tidak
beraktifitas dan partisipatif, tidak pernah memilih.
|
2.
|
Passive Supporters
|
Memilih
secara reguler/teratur, menghadiri parade patriotik, membayarseluruh pajak,
“mencintai negara”.
|
3.
|
Contact Specialist
|
Pejabat
penghubung lokal (daerah), propinsi dan nasional dalam maslaah-masalah
tertentu.
|
4.
|
Communicators
|
Mengikuti
informasi-informasi politik, terlibat dalam diskusi-diskusi, menulis surat
pada editor surat kabar, mengirim pesan-pesan dukungan dan protes terhadap
pemimpin-pemimpin partai politik.
|
5.
|
Party and Campaign Workers
|
Bekerja untuk
partai politik atau kandidat, meyakinkan orang lain tentang bagaimana
memilih, menghadiri pertemuan-pertemuan, menyumbang uang pada partai politik atau
kandidat, bergabung dan mendukung partai politik, dipilih jadi kandidat
partai politik.
|
6.
|
Community Activist
|
Bekerja
dengan orang-orang lain berkaitan dengan masalah-masalah lokal, membentuk
kelompok untuk menangani problem-problem lokal, keanggotaan aktif dalam
organisasi-organisasi kemasyarakatan, melakukan kontak terhadap
pejabat-pejabat berkenaan dengan isu-isu sosial.
|
7.
|
Protesters
|
Bergabung
dengan dmonstrasi-demonstrasi publik di jalanan, melakukan kerusuhan bila
perlu, melakukan protes keras bila pemerintah melakukan sesuatu yang salah,
menghadapi pertemuan-pertemuan protes, menolak mematuhi aturan-aturan.
|
b.
Tingkatan Partisipasi Politik
Tingkat-tingkat partisipasi politik, menurut Huntington dan Nelson terbagi
dua kriteria. Pertama, dilihat dari
ruang lingkup atau proporsi dari suatu kategori warga negara yang melibatkan
diri dalam kegiatan-kegiatan partisipasi politik. Kedua, intensitasnya, atau ukuran, lamanya, dan arti penting dari
kegiatan khusus itu bagi sistem politik.
Hubungan tingkat-tingkat partisipasi nampak dalam hubungan “berbanding
terbalik”. Lingkup partisipasi politik yang besar biasanya terjadi dalam
intensitas yang kecil atau rendah, misal partisipasi dalam pemilihan umum.
Sebaliknya jika lingkup partisipasi rendah atau kecil, maka intensitasnya
semakin tinggi. Contoh, kegiatan aktivis-aktivis partai politik, pejabat partai
politik, dan kelompok-kelompok penekan.
Semakin luas ruang lingkup partisipasi politik, maka semakin rendah atau
kecil hasil intensitasnya. Dan sebaliknya, semakin kecil ruang lingkup
partisipasi politik, maka intensitasnya semakin tinggi”.
Berdasarkan piramida partisipasi politik, bisa ditemukan tentang tingkatan
partisipasi politik memiliki kesusaian. Semakin tinggi tingkat partisipasi
politik, semakin tinggi tingkat intensitasnya, dan semakin kecil luas
cakupannya. Sebaliknya, semakin menuju ke bawah, maka semakin semakin besar
lingkup partisipasi politik dan semakin kecil intensitasnya.
a) Tingkatan Pengamat
Pada tingkat pengamat, seperti menghadiri rapat
umum, memberikan suara dalam pemilu, menjadi anggota kelompok kepentingan,
mendiskusikan masalah politik, perhatian pada perkembangan politik, dan usaha
meyakinkan orang lain, merupakan contoh-contoh kegiatan yang banyak dilakukan
oleh warga negara, artinya proporsi atau lingkup jumlah orang yang terlibat di
dalamnya tinggi.
Namun tidak demikian dengan intensitas partisipasi
politiknya, terutama kalau dikaitkan dengan arti pentingnya bagi sistem
politik, praktik-praktik tersebut pengaruhnya rendah atau tingkat
efektifitasnya dalam mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah, membutuhkan
waktu dan sumber daya yang cukup banyak.
b) Tingkatan Aktivis
Pada kategori aktivis, para pejabat umum, pejabat
partai penuh waktu, pimpinan kelompok kepentingan merupakan pelaku-pelaku
politik yang memiliki intensitas tinggi dalam berpartisipasi politik. Mereka
memili akses yang cukup kuat untuk melakukan contacting dengan pejabat-pejabat pemerintah, sehingga upaya-upaya
untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan pemerintah menjadi sangat efektif.
Terutam bagi pejabat umum, secara politis mereka
memiliki peluang yang cukup kuat dalam mempengaruhi kebijakan politik yang
dibuat pemerintah, bahkan secara individual bisa mempengaruhi secara langsung.
Namun warga negara yang terlibat dalam praktik-praktik partisipasi politik di
tingkatan aktivis jumlahnya terbatas, hanya diperuntukkan bagi sejumlah kecil
orang (terutama elit politik), yang memiliki kesempatan untuk terlibat dalam
proses politik dengan mekanisme dan kekuatan pengaruh seperti ini.
Kegiatan partisipasi politik ditingkat aktivis
bukan saja ditempuh dengan cara-cara yang formal-prosedural atau mengikuti
aturan yang ditetapkan. Dapat juga ditempuh dengan cara-cara non-formal, tidak
mengikuti jalur yang ditetapkan secara hukum, bahkan sampai tindakan kekerasan.
Tindakan yang dilakukan bisa berupa pembunuhan, tindakan-tindakan terorisme
nasional dan internasional, dan pembajakan.
Tingkatan atau hierarki yang terdapat pada
parisipasi politik, sangat tergantung dari akibat yang disebabkannya terhadap
sistem politik. Tingkatan partisipasi politik ini disampaikan sebagai berikut:
·
Menduduki jabatan politik atau
administratif.
·
Mencari jabatan politik atau
administratif.
·
Keanggotaan aktif suatu
organisasi politik.
·
Keanggotaan pasif suatu
organisasi politik.
·
Keanggotan aktif suatu organisasi
semu politik (quasi-political ).
·
Keanggotan pasif suatu organisasi
semu politik (quasi-political ).
·
Partisipasi dalam rapat umum,
demonstrasi, dan sebagainya.
·
Partisipasi dalam diskusi politik
informal minat dalam bidang politik.
·
Voting (pemberian suara).
Voting merupakan tingkatan partisipasi politik terendah, yang membedakan satu
tingkat di atas orang yang apatis total, sementara di atasnya terdapat orang
atau sekelompok orang yang sering terlibat dalam diskusi-diskusi politik
informal, yang dalam lingkup atau proporsinya lebih rendah namun intensitasnya
lebih tinggi. Posisi puncak diduduki oleh warga negara yang menduduki jabatan
politik atau administratif, maka terseleksi dengan cukup ketat sehingga
jumlahnya relatif sedikit namun memiliki posisi yang cukup kuat untuk terlibat
lebih jauh dalam proses-proses politik dan aktivitas-aktivitas tersebut
memiliki akibat yang cukup kuat terhadap sistem politik.
c. Sebab-sebab Timbulnya Gerakan
Partisipasi Politik
Menurut Myron Weiner, bahwa paling tidak
terdapat 5 (lima) hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke arah
partisipasi yang lebih luas dalam proses politik antara lain :
a. Modernisasi
Sejalan dengan
berkembangnya industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media komunikasi massa,
maka pada sebagian penduduk yang merasakan terjadinya perubahan nasib akan
menuntut berperan dalam kekuasaan politik.
b. Perubahan-perubahan Struktur
Kelas Sosial
Salah satu
dampak modernisasi adalah munculnya kelas pekerja baru dan kela menengah yang
semakin meluas, sehingga mereka merasa berkepntingan untuk berpartisipasi
secara politik dalam pembuatan keputusan politik.
c. Pengaruh Kaum Intelektual dan
Komunikasi Massa Modern
Kaum intelektual
(sarjana, pengarang, wartawan dan sebagainya) melalui ide-idenya kepada
masyarakat umum dapat membangkitkan tuntutan akan idenya kepad masyarakat umum
dapat membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa dalam pembuatan keputusan
politik. Demikian juga berkembangnya sarana transportasi dan komunikasi modern
mampu mempercepat penyebaran ide-ide baru.
d. Konflik diantara
Kelompok-kelompok Pemimpin Politik
Para pemimpin
politik berkompetisi merebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa yang mereka lakukan
adalah dalam rangka mencari dukungan rakyat. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk memperjuangkan ide-ide
partiipasi massa dapat menimbulkan gerakan-gerakan yang menuntut agar
“hak-haknya” terpenuhi.
e. Keterlibatan Pemerintah yang
Meluas dalam Urusan Sosial., Ekonomi, dan Kebudayaan.
Perluasan
kegiatan pemerintah dalam berbagai bidang membawa konsekuensi adanya
tindakan-tindakan yang semakin menyusup ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang
lingkup aktivitas atau tindakan pemerintah yang semakin luas mendorong timbulnya
tuntutan-tuntutan yang terorganasir untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan
politik.
Faktor-faktor
Pendukung Partisipasi Politik
a) Pendidikan Politik
Menurut Ramdlon Naning, Pendidikan politik
adalah usaha untuk memasyarakatkan politik, dalam arti mencerdaskan kehidupan
politik rakyat, meningkatkan kesadaran setiap warga negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara; serta meningkatkan kepekaan dan kesadaran rakyat
terhadap hak, kewajiban dan tanggungjawabnya terhadap bangsa dan negara.
Sedangkan dalam pandangan Alfian, Pendidikan
politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses
sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul-betul
nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak
dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan tingkah laku
politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal itu, dan bersamaan dengan
itu lahir pulalah kebudayaan politik baru.
Melalui pendidikan politik, diharapkan kader-kader anggota partai politik
tersebut akan memperoleh manfaat atau kegunaan :
1)
Dapat memperluas pemahaman,
penghayatan dan wawasan terhadap masalah-masalah atau isu-isu yang bersifat politis.
2)
Mampu meningkatkan kualitas diri
dalam berpolitik dan berbudaya politik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3)
Lebih meningkatkan kualitas
kesadaran politik rakyat menuju peran aktif dan partisipasinya terhadap
pembangunan politik bangsa secara keseluruhan.
b) Kesadaran Politik
Menurut Drs. M. Taopan, kesadaran politik adalah suatu proses batin yang menampakkan
keinsafan dari setiap warga negara akan urgensi
(hal terpenting) urusan kenegaraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kesadaran politik atau keinsafan hidup bernegara menjadi penting dalam
kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas negara bersifat menyeluruh dan
kompleks sehingga tanpa dukungan positif dari seluruh warga masyarakat,
tugas-tugas negara banyak yang terbengkelai.
Di negara berkembang khususnya di Indonesia, masyarakat yang hidup di
pedesaan (lk. 70%) dan yang di perkotaan (lk.30%) menuntut penanganan
sungguh-sungguh dari aparat pemerintah atau penguasa setempat. Masyarakat
pedesaan yang secara kuantitatif jauh lebih besar, sangat minim dalam hal
kesadaran berpolitik sehingga berdampak pada kehidupan politik nasional. Hal
ini jelas akan berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan nasioanl di segala
bidang. Dalam hal kesadaran politik masyarakat, Drs. Arbi Sanit antara lain menyatakan “ …. Sekalipun sudah bangkit kesadaran nasional dan meningkatnya aktivitas
kehdiupan politik di tingkat pedesaan, namun masyarakat tani masih belum terkait
secara aktif kepada pemerintah nasional dalam hubungan timbal balik yg aktif
dan responsif. Hubungan yang ada baru bersi-fat berat sebelah, yaitu dari atas
ke bawah …. “
Bila dihubungkan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara, maka
partisipasi politik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai wujud
tanggung jawab negara yang berkesadaran politik tinggi dan baik. Secara teknis
operasional, partisipasi politik anggota masyarakat dapat dilaksanakan dengan
cara-cara seperti nampak pada matrik di bawah ini.
No
|
Bidang
|
Implementasi Partisipasi politik
|
1.
|
Politik
|
Setiap warga
negara dapat ikut serta secara langsung ataupun tidak langsung dalam
kegiatan-kegiatan antara lain :
a. Ikut memilih
dalam pemilihan umum,
b. Menjadi anggota aktif dalam
partai politik, kelompok penekan (presure
group), maupun kelompok kepentingan tertentu.
c. Duduk dalam
lembaga politik, seperti MPR, Presiden, DPR, Menteri, dan sebagainya,
d. Mengadakan komunikasi (dialog)
dengan wakil-wakil rakyat,
e. Berkampanye,
menghadiri kelompok diskusi, dan lain-lain.
f. Mempengaruhi
para pembuat keputusan sehingga produk-produk yang dihasilkan/dikeluarkan
sesuai dengan aspirasi atau kepentingan masyarakat.
|
2.
|
Ekonomi
|
Setiap warga
negara dapat ikut serta secara aktif dalam kegiatan-kegiatan antara lain :
a. Menciptakan
sektor-sektor ekonomi yang produktif baik dalam bentuk jasa, barang,
transportasi, komunikasi, dan sebagainya.
b. Melalui keahlian masing-masing,
dapat menciptakan produk-produk unggulan yang inovatif, kreatif dan
kompetititf dari pada produk luar.
c. Kesadaran
untuk membayar pajak secara teratur demi kesejahteeraan dan kemajuan bersama.
|
3.
|
Sosial-Budaya
|
Setiap warga
negara dapat mengikuti kegiatan-kegiatan antara lain :
a. Sebagai
pelajar atau mahasiswa, harus dapat menunjukkan prestasi belajar yang tinggi.
b. Menjauhkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum , seperti misalnya tawuran, narkoba,
merampok, berjudi, dan sebagainya.
c. Profesional
dalam bidang pekerjaannya, disiplin, dan produktivitas tinggi untuk menunjang
keberhasilan pembangunan nasional.
|
4.
|
Hankam
|
Setiap warga
negara dapat ikut serta secara aktif dalam kegiatan-kegiatan antara lain :
a. Bela negara
dalam arti luas, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
b. Senantiasa memelihara
ketertiban dan keamanan wilayah atau lingkungan tempat tinggalnya.
c. Memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa demi tetap tegak negara republik Indonesia.
d. Menjaga stabilitas dan kemanan
nasional agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
|
Kebalikan dari partisipasi politik adalah sikap apatis. Seseorang dinamakan apatis (secara politis), jika dia tidak
mau ikut serta dalam berbagai kegiatan politik kenegaraan di berbagai bidang
kehidupan seperti tersebut di atas. Dengan demikian sesungguhnya
kegiatan-kegiatan pendidikan politik,
kesadaran politik, dan partisipasi
politik masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan perlu terus
didorong dan ditingkatkan demi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan nasional.
c) Sosialisasi Politik
Studi tentang
sosialisasi politik, telah menjadi bidang kajian yang sangat menarik
akhir-akhir ini. Ada dua alasan yang melaterbelakangi sehingga sosialisasi
politik menjadi kajian tersendiri dalam politik kenegaraan.
Pertama : Sosialisasi politik dapat berfungsi untuk memelihara suatu sistem, yaitu
agar stabilitas berjalan dengan baik dan positif. Dengan demikian sosialisasi
merupakan alat agar individu sadar dan merasa cocok dengan sistem serta kultur
(budaya) politik yang ada.
Kedua :
Sosialisasi politik ingin menunjukkan relevansinya dengan sistem politik
dan data mengenai orientasi anak-anak terhadap kultur politik orang dewasa, dan
pelaksana-annya di masa mendatang mengenai sistem politik.
Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dengan jalan mana
orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun alat yang dapat
dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain :
1) Keluarga (family)
Wadah penanaman
(sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di
dalam keluarga. Di mulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak,
sering terjadi “obrolan” politik ringan tentang segala hal, sehingga
tanpa disadari terjadi tranfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu
yang diserap oleh si anak.
2) Sekolah
Di sekolah
melalui pelajaran civics education
(pendidikan kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan
berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai
politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh
pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik
yang benar dari sudut pandang akademis.
3) Partai Politik
Salah satu
fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai sosialisasi
politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader
maupun simpati-sannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Partai politik harus mampu men-ciptakan “image” memperjuangkan
kepentingan umum, agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa
dapat memenangkan pemilu.